Rp 1,9 Triliun untuk Densus 88

Pencegahan itu bisa dilakukan dengan meningkatkan pendeteksian dini. Karena itu tentunya perlu penambahan peralatan pendeteksi dini. Sehingga, sebelum ada aksi teror, maka rencananya sudah diketahui dengan tepat, waktu hingga lokasinya. ”Pencegahan aksi teror tanpa mengetahui lokasi dan waktu tentu akan menyulitkan,” paparnya.

Dia menuturkan bahwa Densus juga tidak boleh hanya mengandalkan peralatan. Namun, juga turut serta mengajak masyarakat dalam memerangi aksi teror. ”Semua elemen masyarakat perlu untuk diajak bersama mencegah aksi terorisme. Tentunya, BNTP juga berharap koordinasi akan lebih baik lagi dengan Densus 88,” ujarnya.

Sementara itu, Staf Khusus BNPT Wawan Hari Purwanto menjelaskan, anggaran untuk Densus 88 sebenarnya cukup melimpah. Tentunya, harus diimbangi dengan kinerja yang jauh lebih baik, terutama soal deteksi dini. ”Percuma akalau anggarannya banyak, tapi tidak bisa mendeteksi suatu aksi teror,” terangnya.

Tidak hanya itu, dengan bertambahnya anggaran Densus, tentunya perlu ditinjau kembali berbagai tugas dari Densus 88. Misalnya, soal pengejaran terhadap kelompok teror Santoso cs di Poso. ”Kelompok ini sudah bertahun-tahun dikejar, namun tak kunjung usai,” paparnya.

Lalu, apa masalah utama dalam pengejaran Santoso? Dia menuturkan bahwa terkait kemampuan tentunya Densus 88 jauh lebih unggul. Apalagi, jika soal jumlah personil yang dimiliki. ”Karena itu, kemungkinan besar perlu menambah peralatan yang lebih mumpuni, seperti drone untuk bisa mengetahui lokasi kelompok Santoso cs,” tuturnya.

Jangan sampai Densus 88 itu terlihat seakan-akan tidak berniat mengejar Santoso cs. Karena saking lamanya pengejaran, semua orang mulai bertanya-tanya, mengapa begitu kesulitan. ”Jangan sampai negara kalah dalam kasus semacam ini,” tegasnya.

Faktor yang juga penting adalah soal teknis penangkapan terhadap terduga teroris. Salah satu penangkapan paling baru adalah penangkapan yang terjadi di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dalam penangkapan itu, seorang terduga teroris bernama Fajar tewas. ”Versi polisi itu ada baku tembak,” ujarnya.

Namun, ternyata versi keluarga, terduga teroris ini ditembak saat sedang tertidur. Masalah semacam ini tentunya perlu untuk diungkap. ”Jangan sampai ada kesalahan dalam sebuah penangkapan, nanti dalam persidangan semua harus dibuka,’ tuturnya.

Tinggalkan Balasan