Niat Mengabdi Sempat Terhalang Birokrasi

Hari-hari yang berat harus dilewati Gandhi setelah itu. Sebagai mahasiswa difabel, dia mengaku sulit menjalani kegiatan kehidupan kampus. Bukan soal materi perkuliahan atau praktikum yang mengharuskan dirinya bangkit dari kursi roda. Melainkan penolakan sebagian kalangan di lingkungan perkuliahan. Hanya karena dia berkursi roda.

Namun, segala kesulitan itu akhirnya berhasil dilewatinya selama empat tahun berkuliah. Gelar sarjana kedokteran gigi (SKG) diraih. Tapi, tak berarti kesulitan Gandhi selesai. Dia masih harus berusaha mati-matian mendapatkan tempat praktik koas-nya. Satu per satu institusi didatanginya. Namun, tidak satu pun menerimanya untuk praktik. Alasannya sama: fisik Gandhi dinilai tidak akan menunjang profesinya sebagai dokter gigi.
Harapan Gandhi untuk bisa menjadi dokter gigi pun hampir pupus. Dia akhirnya mencoba mengalihkan fokus ke bidang lain. Bermodal ijazah sarjana, dia pun ikut bergabung dengan tim riset di Universitas Gadjah Mada (UGM).

Selepas lulus pada 2009 hingga 2010, dia aktif melakukan riset tentang bioteknologi di UGM. Kebetulan, Gandhi memang punya ketertarikan di bidang molekuler. Hitung-hitung sebagai pelipur lara, dia pun menikmati hari-harinya sebagai peneliti.

Seminar demi seminar menjadi makanan sehari-harinya. Dari kegiatan itu juga, akhirnya Gandhi mendapat peluang mewujudkan cita-citanya menjadi dokter gigi sesungguhnya. Seorang rekan peneliti mengenalkan Gandhi kepada seorang profesor dari Jepang yang bisa membantunya menjadi dokter gigi di Negeri Sakura. ’’Profesor itu menyuruh saya untuk coba ujian masuk dulu. Yang dilihat kemampuan dulu, bukan fisik,’’ jelasnya.
Berkat usaha dan keinginan kuat untuk jadi dokter gigi, Gandhi akhirnya diterima untuk melanjutkan pendidikan dokter gigi di salah satu universitas di Tokyo. Gandhi pun hijrah ke Negeri Matahari Terbit itu.
Di sana, sistem pendidikan dokter gigi sama sekali berbeda dengan Indonesia. Tidak seperti di Indonesia yang ada pendidikan dokter gigi lalu dilanjutkan dengan koas. Di Jepang, pendidikan dokter gigi dan koas sudah otomatis terintegrasi. Gandhi butuh waktu 1 tahun 8 bulan untuk bisa lulus dan mengucap sumpah sebagai dokter gigi. Sejak disumpah itu pula, dia membulatkan tekad mengabdi di tanah air sesuai dengan profesinya.

Tinggalkan Balasan