Hasil alam di banyak daerah Indonesia juga sama. Jagung bermutu, kelapa, ikan, dan komoditas yang dibutuhkan pasar dalam negeri maupun mancanegara pada akhirnya hanya berputar di situ-situ saja. ”Karena tidak ada yang collect. Sebab, bingung mau ke mana karena aksesnya susah dan mahal,” papar pengembang sejumlah proyek properti prestisius di Jakarta seperti Senayan City tersebut.
Harry yakin, saat mendapat dukungan infrastruktur, semua daerah potensial itu akan berkontribusi besar terhadap kekuatan perekonomian Indonesia. Potensi yang selama ini seolah-olah terikat akan mencuat. Kemudian bisa berkompetisi dengan daerah lain yang sudah lebih tersentuh pembangunan.
Jika itu terjadi, pertumbuhan perekonomian tidak hanya ditopang oleh sebagian dari negara ini. Seluruh daerah akan bergerak untuk turut berkontribusi dengan kekuatan dan kelebihan masing-masing.
Bahkan, daerah yang tidak memiliki sumber daya alam sebagai daya tarik atau daya jual saja, papar salah seorang pengusaha properti berpengaruh di dalam negeri itu, tetap bisa berkontribusi maksimal. ”Kita lihat, negara maju di dunia ini adalah negara yang tidak punya natural resources, Singapura, Taiwan, Jepang, atau Swiss. Taiwan yang mengimpor bahan baku, kemudian diolah, bisa hebat,” ungkap pria kelahiran Perbaungan, Sumatera Utara, 4 Desember 1959, tersebut.
Tidak ada sedikit pun keraguan bahwa Indonesia akan menjadi salah satu negara dengan kekuatan ekonomi besar di ASEAN maupun global pada masa mendatang. ”Artinya, kita harus selalu memberikan harapan kepada tempat yang sulit. Sebab, di sana adalah tempat yang punya banyak mimpi. Kalau mereka punya kesempatan untuk berkembang, akan digunakan dengan baik,” ujar Harry.
Peluang serta dibukanya akses dan harapan di tempat yang saat ini masih sulit itu akan dimanfaatkan secara maksimal oleh individu, keluarga, komunitas, kota, dan pada akhirnya menjadi energi positif bagi negara. ”Tidak ada yang mustahil,” pesan dia. (gen/c11/sof/rie)