Untuk media online, cukup banyak kritik yang diberikan. Khususnya, ambisi media online untuk menjadi yang tercepat dalam memberitakan. Kepatuhan terhadap kode etik jurnalistik seringkali diabaikan karena ingin cepat. ’’Sehingga beritanya menjadi tidak akurat, tidak berimbang, campur aduk antara fakta dan opini. Kadang-kadang menghakimi seseorang,’’ imbuh mantan Wali Kota Solo itu.
Dulu, pers banyak ditekan oleh pemerintah. saat ini, kondisinya berbalik. Pemerintah yang ditekan oleh pers. Lalu siapa yang akan menekan pers, menurut Jokowi adalah industri pers sendiri sebagai dampak dari persaingan. ’’Saya harap pers tetap dipercaya sebagai pilar keempat demokrasi kita,’’ tambahnya.
Keprihatinan senada disampaikan Ketua Dewan Pers Bagir Manan. Secara khusus, dia mengapresiasi kritik terbuka dari Jokowi terhadap pers. Kesabaran Presiden dalam menghadapi tekanan dari pers selama memerintah juga dipuji.
Bagir meminta agar insan pers tetap konsisten mengawal demokrasi di tengah banyaknya tantangan. Mulai korupsi hingga persoalan terorisme. ’’Sepanjang hal itu dilakukan dengan mengikuti standar jurnalistik dan etika profesionalisme, semuanya akan diterima dengan baik,’’ tutur mantan Ketua MA itu.
Dalam kesempatan tersebut, Bagir berpamitan karena masa jabatannya akan segera habis. Pansel yang dibentuk Dewan Pers sudah memilih sembilan nama yang akan mengisi kepengurusan Dewan Pers sampai 2019 mendatang.
Dari unsur wartawan, ada Hendry Chaeruddin Bangun, Nezar Patria, dan Ratna Komala. Kemudian, dari unsur pimpinan perusahaan pers ada Ahmad Djauhar, Jimmy Silalahi, dan Reva Deddy Utama. Perwakilan tokoh masyarakat diisi, Imam Wahyudi, Sinyo Hary Sarundajang, dan Yosep Adi Prasetyo. ’’Kalau tidak ada catatan, kami akan serahkan nama-nama tersebut kepada bapak Presiden,’’ lanjutnya.
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yadi Hendriana mengatakan, dunia pertelevisian tanah air memang sedang mendapatkan tantangan yang cukup besar. Dia menuturkan di sekolah, anak-anak dididik oleh guru. ”Tetapi di rumah, anak-anak dididik oleh TV,” katanya di HPN 2016 di Mataram.
Pemimpin Redaksi MNC TV itu menjelaskan dengan kondisi itu, TV memang sejatinya menjadi sumber pendidikan. TV yang sudah menjadi bagian dari keluarga, harus bisa memunculkan sisi atau fungsi edukasinya. Namun sayangnya kondisi yang terjadi hampir di semua TV Indonesia belum seideal itu.