Mochtar Riady Bicara tentang Peta Ekonomi Global
Lesatan ekonomi Tiongkok dalam dua dekade terakhir telah mengubah peta kekuatan ekonomi global. Indonesia pun bakal amat terpengaruh oleh tensi dari negara dengan kue ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.
—
MATA pelaku ekonomi pun tak henti memelototi gelagat negara berpenduduk 1,3 miliar jiwa itu. Sebab, dampak ekonominya akan dirasakan seluruh dunia, termasuk Indonesia karena Tiongkok adalah mitra dagang utama.
Pergerakan harga komoditas pertambangan maupun perkebunan yang memengaruhi kinerja ekspor dan ekonomi Indonesia berkorelasi dengan fluktuasi ekonomi pemilik mata uang yuan/renminbi tersebut.
Mochtar Riady sedikit mengernyitkan dahi saat ditanya perihal masa depan ekonomi Tiongkok yang kini terbelit perlambatan. ”Ekonomi Tiongkok masih kuat. Mereka baik-baik saja,” ujarnya di sela peluncuran otobiografinya di Jakarta baru-baru ini.
Taipan pendiri Lippo Group itu mengakui, banyak analisis yang menyebut ekonomi Tiongkok sudah terlalu panas (overheat) karena terlalu banyaknya investasi (overinvestment). Akibatnya, kini pemerintah Tiongkok sengaja mengerem laju pertumbuhan ekonomi untuk menghindari gejolak. ”Tapi, saya kira ini bentuk kehati-hatian mereka saja,” katanya.
Konglomerat kelahiran Batu, Jawa Timur, 12 Mei 1929 itu memang sosok tepat untuk bicara tentang ekonomi Tiongkok. Dia menyelami ekonomi negara tersebut sejak 1970-an dan menjalin hubungan dengan tokoh-tokoh penting Tiongkok. Salah satunya Xi Jinping, presiden Tiongkok saat ini.
Bahkan, saat masih menjabat gubernur Provinsi Fujian, Xi, yang kagum dengan visi Mochtar pada pembangunan ekonomi berkelanjutan, mengangkatnya sebagai penasihat ekonomi internasional Provinsi Fujian.
Karena itu, ketika banyak orang mulai meragukan kemampuan Tiongkok untuk menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonominya, Mochtar tak kehilangan sedikit pun optimisme terhadap negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu. ”Sebab, saya melihat dan merasakan sendiri geliat ekonominya,” ucap konglomerat yang dinobatkan oleh Forbes sebagai orang terkaya kesembilan di Indonesia dengan pundi-pundi USD 2,1 miliar atau sekitar Rp 29 triliun tersebut.
Mochtar tidak melihat adanya overkapasitas dari proyek-proyek infrastruktur yang dibangun Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir, mulai pelabuhan, bandara, tol, hingga jaringan kereta cepat. ”Semua dibangun begitu raksasa,” katanya, mengomentari maraknya megaproyek di Tiongkok.