Mereka, kata Lalu, sesungguhnya bisa dengan mudah membelot dari Ical dengan bekal kekuasaan di daerah masing-masing. Namun, mereka tak melakukannya, karena menyadari hanya kepengurusan hasil Munas Bali tahun 2014 yang sah. ”Selama tidak ada aturan yang ditabrak (Ketua Umum Partai Golkar, red), kan tetap saja mengakui Munas Bali,” kata Lalu.
Dia mengasumsikan, pastilah pimpinan Partai Golkar di daerah memprotes, atau bahkan menghujat, manakala sang ketua umum melanggar AD/ART. ”Buktinya, sampai saat ini daerah tetap saja mendukung kepemimpinan Pak Ical,” tukasnya.
Sebaliknya, dia menambahkan, pimpinan Partai Golkar di daerah memprotes Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) yang belum menerbitkan Surat Keputusan (SK) untuk mengesahkan kepengurusan hasil Munas di Bali. Padahal, Mahkamah Agung (MA) membatalkan kepengurusan Partai Golkar hasil Munas di Jakarta, dengan Ketua Umum Agung Laksono.
”Kalau diibaratkan main bola, Munas Bali sudah unggul 2-0 di leg kedua. Pertandingan belum selesai. Pertandingan dihentikan bukan oleh wasit resmi. Akibatnya, bukan pemain saja yang tidak terima, penonton juga tidak terima,” selorohnya. (aen/asp)