bandungekspres.co.id– Kasus sengketa lahan yang membelit SDN 1 Melinggih Kelod, di Banjar Bayad, Desa Melinggih Kelod, Payangan, ternyata bukan satu-satunya sekolah yang berdiri diatas lahan sengketa. Berdasar data dari Bagian Pertanahan Setda Gianyar, ada puluhan sekolah lainnya yang kini rawan bermasalah, terkait lahan dimana sekolah tersebut berdiri. Mirisnya hampir semua sekolah-sekolah tersebut dibangun di bawah tahun 1970-an atau nyaris setengah abad lalu. Kabag Pertanahan Setda Gianyar, Bambang Irawan, kemarin (12/1) mengungkapkan, dari 292 SD yang ada di Gianyar, baru 78 SD yang saat ini lahannya benar-benar sudah bersertifikat atas nama Pemkab Gianyar.
Selebihnya masih dalam proses pengurusan. Bahkan, dari raturan lahan SD yang saat ini tengah diurus Bagian Pertanahan, puluhan lahan sekolah itu sangat rawan menimbulkan sengketa, seperti SDN 1 Melinggih Kelod. ”78 bidang tanah SD yang saat ini sudah bersertifikat. Sedangkan ratusan bidang lainnya masih dalam pengurusan. Seperti pengukuran dan proses untuk bisa mendapatkan peta bidang tanah. Nah, dari ratusan yang saat ini tengah kami urus, ada sekitar 33 bidang tanah yang sebenarnya rawan bermasalah. Bahkan beberapa diantaranya permasalahannya cukup ruwet juga, salah satunya SDN 1 Melinggih Kelod itu,” ucapnya.
Disinggung mengenai banyaknya lahan SD yang saat ini tidak bersertifikat, Bambang Irawan mengungkapkan, bahwa bangunan SD tersebut rata-rata dibangun antara tahun 1950-an hingga 1970-an. Saat proses pembangunan sekolah disinyalir peralihan hak atas lahan tersebut tidak tuntas dilakukan, bahkan belum dilakukan. Sehingga ketika ada pelimpahan SD pada 2006 dari Pemporov Bali ke kabupaten, pelimpahan hanya diisi surat serah terima. Sebaliknya dokumen-dokumen riwayat lahan tersebut tidak ada.
”Makanya hanya tercatat sebagai aset pemkab, tapi surat-surat riwayat lahan itu tidak ada. Padahal untuk menyertifikatan aset itu harus ada riwayat aset tersebut, seperti adanya berkas pelimpahan hak atas tanah tersebut, apakah yang dari tanah laba desa atau tanah pribadi. Inilah yang membuat prosesnya sangat kompleks,” terangnya. ”Apalagi nyaris semua SD yang lahannya bermasalah itu dibangunnya tahun 1950-an hingga 1960-an. Bahkan ada yang dulu namanya SR (sekolah rakyat) yang dibangun dibawah tahun 1950-an,” imbuhnya.