Sebetulnya, kata dia, tingginya biaya angkutan paling banyak karena faktor inefisiensi. Seperti kemacetan panjang yang kerap terjadi.
Ketua Organda DKI Sahfruhan Sinungan pun mengamini soal penyesuaian tarif ini. Dia menjelaskan, komponen premium hanya berpengaru 17 persen terhadap penentuan tarif. Sementara, solar bisa sampai 30 persen. ”Tarif angkutan dengan menggunakan solar pun sangat kecil (turunya). Tapi ini pasti akan cukup berpengaruh untuk logistiya,” ujarnya.
Oleh karenanya, pembahasan soal penuruan tarif angkutan pengguna solar masih dibahas. Ditargetkan, dalam minggu ini keputusan penyesuaian tarif angkutan dengan BBM solar akan diumumkan.
Sementara itu, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Srie Agustina mengatakan, penurunan harga BBM sebesar Rp 200-300 per liter tidak memberikan dampak besar terhadap harga bahan pokok.
”Dalam struktur harga, porsi biaya transportasi hanya tiga persen, jadi kalau kemarin turunnya (harga BBM) sedikit, dampaknya ke harga paling cuma 0,1 persen,” tukasnya.
Meski begitu dia mendesak agar Organda mau menurunkan tarif angkutan penumpang maupun barang. Dengan begitu bisa mengurangi beban masyarakat dan mendongkrak daya beli. Sebab pada kondisi seperti sekarang ini peningkatan daya beli sangat diperlukan untuk menggerakkan ekonomi.
”Sudah sewajarnya kalau beban biaya BBM turun, tarif angkutan disesuaikan,” jelasnya. (mia/wir/dim/end/rie)