Tinggal Normalkan Stok Solar

Lebih lanjut dia menjelaskan, sosialisasi mengenai penurunan dua bahan bakar yang banyak digunakan masyarakat itu sudah dilakukan sejak 23 Desember 2015. Lantas, ada pemberitahuan lagi setelah pemerintah menetapkan harga baru tanpa pungutan Dana Ketahanan energi (DKE) pada 4 Januari.

’’Kami juga heran, ada waktu yang cukup lama kok masih ada keengganan untuk menambah stok,’’ ungkapnya. Padahal, stok di terminal BBM Pertamina masih melimpah. BUMN energi itu juga sudah menyiagakan mobil tangki sampai 24 jam sejak Selasa (5/1) dini hari.

Lantaran geregetan dengan ulah pengusaha, Wianda meminta pengusaha untuk mengikuti ketetapan pemerintah untuk BBM penugasan. Kalau masih berbicara soal untung rugi, dia menyarankan agar pengusaha fokus jual bahan bakar umum seperti pertalite atau pertamax series. ’’Yang memutuskan harga bukan kami. Ayo, sama-sama penuhi kepentingan masyarakat,’’ tegasnya.

Angkutan Premium Tidak Ikut Turun

Sementara itu, Organisasi Angkutan Darat (Organda) sedang berhitung soal penyesuaian tarif angkutan darat pasca penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kendati belum final, Ketua Umum DPP Organda Andre Djokosoetono sudah memastikan tidak ada penurunan tarif untuk angkutan dengan bahan bakar premium, baik angkutan penumpang maupun barang.

Andre berdalih, penurunan harga premium kali ini kecil. Hanya Rp 350 per liter. Sehingga, tidak mumpuni untuk menutupi kenaikan biaya komponen lainnya. Misalnya, biaya upah minimum provinsi (UMP) atau upah minimum regional (UMP), biaya perawatan dan biaya kompenen lain. Angkutan darat pengguna premium misalnya, taksi dan mikrolet/angkot.

”Masih banyak komponen lainnya ini yang biayanya makin tinggi. Penurunan premium tidak cukup untuk cover ini,” ungkapnya, kemarin (6/1).

Berbeda dengan angkutan dengan bahan bakar solar. Menurutnya, penurunan tarif angkutan darat dengan bahan bakar solar masih ada harapan. Sebab, penurunan harga solar cukup signifikan. Yakni Rp 1.050 per liter.

Meski belum final, penurunan tarif diperkirakan dapat mencapai 5 persen dari tarif sebelumnya. ”Ini masih dalam pembahasan. Tapi paling maksimum paling hanya 5 persen.

Kenaikan BBM ini selalu diikuti kenaikan tarif angkutan darat. Tapi sayangnya, saat BBM turun, tarif angkutan seringkali tak lagi menyesuaikan. Kondisi ini pun diamini oleh Direktur PT Blue Bird Tbk itu. Dia menjelaskan, kanaikan BBM selalu menyeret semua komponen penentu tarif angkutan ikut naik. Tapi, saat turun, komponen ini tidak ikut terkerek turun. ”Kalau UMR 2016 contohnya, apakah bisa turun?” ujarnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan