Sudirman menyebut, ada enam pertimbangan pemerintah dalam rencana dana pengembangan EBTKE. Pertama, dana tersebut akan digunakan untuk memacu pemasokan energi di daerah tertinggal maupun terpencil. Kedua, untuk mengejar target bauran energi 23 persen untuk energi baru dan terbarukan (EBT) dari total energi nasional.
Ketiga, dana itu akan digunakan sebagai insentif kepada pengusaha agar terpacu mengembangkan EBT. Keempat, untuk membangun strategic petroleum reserve atau cadangan minyak strategis yang sampai saat ini belum dimiliki Indonesia. Kelima, untuk peningkatan SDM dan cadangan termasuk pilot project pengembangan EBT. Keenam, untuk stabilisasi harga BBM jika suatu saat harga minyak dunia kembali naik.
Dirjen Migas Kementerian ESDM Wiratmaja Puja menambahkan, harga yang berlaku pada hari ini bertahan sampai 3 bulan ke depan. Itu sesuai dengan Permen ESDM 39/2015 yang menyebutkan penetapan harga BBM setiap tiga bulan sekali. ’’Untuk menjaga stabilitas sosial ekonomi, pengelolaan harga dan logistik, serta menjamin penyediaan BBM Nasional,’’ jelasnya.
Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang pasrah dengan keputusan pemerintah. Padahal, saat kebijakan itu masih digodok di kantor Menko Perekonomian, BUMN energi bakal mendapat dana bantalan sebesar 2 persen. Dana itu disimpan untuk menjaga kas Pertamina supaya tetap sehat. ’’Cuma dua persen. Tapi bukan Pertamina yang kelola dananya,’’ tuturnya.
Seperti diketahui, pada pertengahan 2015 perusahaan itu sempat merugi sampai Rp 15 triliun karena jual premium. Penyebabnya, dilarang menaikkan harga jual saat keekonomian bensin beroktan 88 itu naik.
Lebih lanjut direktur yang akrab disapa Abe itu menjelaskan, dana bantalan itu tidak akan masuk dalam profit perusahaan. Sebab, peruntukannya sudah jelas untuk membayar kerugian yang muncul saat menjual bahan bakar. Terutama, jual premium di Jamali yang seharusnya nonsubsidi. ’’Mestinya boleh profit, tapi nggak boleh,’’ terangnya. Memang, selama ini harga premium wilayah Jamali menjadi area penugasan khusus. Itulah kenapa, pemerintah masih bisa meminta kepada Pertamina untuk menahan harga. Selain itu, harga jualnya selama ini juga beda tipis dengan luar Jamali sebesar Rp 100 per liter.
Soal asal usul persentase 2 persen yang masuk dalam dana bantalan, Abe menyebut berasal dari penjualan premium. Jadi, keuntungan yang dimiliki Pertamina dari setiap liter bensin langsung dipotong dan dimasukkan dalam rekening khusus. ’’Saat MoPS dan kurs nggak naik, akan ada tumpukan dana. Kalau mau diambil pemerintah ya silakan,’’ terangnya.