bandungekspres.co.id– Implementasi Dana Desa masih harus terus dibenahi. Ini terkait adanya temuan sebagian dana tidak digunakan sesuai aturan untuk pembangunan infrastruktur desa.
Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Desa Ahmad Erani Yustika mengatakan, berdasar evaluasi hingga akhir Desember 2015, ada sekitar 8 – 10 persen dari total Dana Desa yang tidak tepat sasaran. ”Jadi nilainya sekitar Rp 2 triliun,” ujarnya saat dihubungi kemarin (1/1).
Erani mengakui, dari sisi nilai memang cukup besar. Namun jika dibanding total Dana Desa yang mencapai Rp 20,7 triliun, maka mayoritas Dana Desa masih dibelanjakan sesuai arahan. ”Ini kan tahun pertama, masih proses sosialisasi, jadi masih bisa ditoleransi,” katanya.
Erani, dana yang tidak sasaran itu sebagian besar digunakan untuk merenovasi kantor balai desa atau membeli alat perlengkapan untuk balai desa. Bahkan, ditemukan juga ada Dana Desa yang digunakan untuk membeli mobil operasional desa. ”Sejauh ini kami tidak menemukan adanya penggelapan, cuma belanjanya tidak tepat saja,” ucapnya.
Padahal, Kementerian Desa dan Kementerian Dalam Negeri sudah berupaya melakukan sosialisasi besar-besaran bahwa Dana Desa hanya diperuntukkan untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan desa, jembatan, saluran irigasi, atau kegiatan lain yang terkait pemberdayaan ekonomi desa.
Erani mengakui, pada 2015 lalu Kementerian Desa sudah mengerahkan 38 ribu tenaga pendamping untuk terjun ke desa-desa, mendampingi dan memonitor pelaksanaan program-program Dana Desa. Namun, jumlah itu masih kurang karena total ada 74 ribu desa yang harus diawasi. ”Tahun depan, target kami satu desa satu pendamping,” ujarnya.
Menurut Erani, tahun pertama pelaksanaan Dana Desa menjadi pelajaran berharga. Karena itu, terkait adanya aparatur desa yang menggunakan Dana Desa tidak tepat sasaran, tidak akan dikenai sanksi, melainkan akan diberi pengawasan lebih ketat. ”Apalagi, tahun 2016 kan anggarannya naik signifikan sampai Rp 46 triliun,” katanya.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar mengatakan, dalam evaluasi tahun pertama pelaksanaan program dana desa, pihaknya menemukan beberapa pelanggaran. “Salah satunya mark-up (penggelembungan) anggaran,” ujarnya baru-baru ini.
Menurut Marwan, alokasi penggunaan dana desa sudah ditentukan, utamanya untuk pembangunan infrastruktur desa. Namun, selain kasus penggelembungan anggaran, ditemukan juga kualitas pembangunan yang tidak sesuai spesifikasi.