Karena sulit menelusuri korban di TKP, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang juga amirulhaj langsung membentuk tiga tim khusus. Tim pertama bertugas mendata ulang jamaah yang belum kembali ke rombongan. Tim kedua mencari jejak korban di rumah sakit Arab Saudi. Lalu, tim ketiga yang dipimpin Muchlis ditugaskan untuk lebih awal mengetahui jumlah sebenarnya korban dari Indonesia yang dinyatakan wafat dalam tragedi tersebut sekaligus mengidentifikasinya.
”Makanya, akses kami tentunya mungkin agak unik, ke kamar-kamar jenazah ataupun ke penampungan pemulasaraan jenazah yang ada di Arab Saudi,” jelas Muchlis.
Sebenarnya anggota tim Muchlis selama ini sudah bertugas sebagai penelusur jamaah yang hilang dan meninggal. Tapi, tugas ketiganya terpisah. ”Dalam bekerja, kami bersama-sama, ada yang mencatat, ada yang melihat, juga ada yang membongkar arsip dokumen,” terang Taufik, yang juga seorang dokter.
Namun, sampai lebih dari 1×24 jam sejak peristiwa itu, mereka baru mendapat akses di Al Muaishim. Itu pun terbatas untuk melihat, mengamati, dan mencermati foto-foto yang dirilis.
Muchlis menyatakan, tidak mudah mendapatkan izin masuk ke Al Muaishim. Setiap petugas memiliki aturan dan keketatan tersendiri. Bahkan, setiap hari aturan berubah.
Misalnya, hari ini boleh lihat rilis foto dan dokumen, besok belum tentu. Ketat atau tidaknya birokrasi bergantung siapa yang jaga. Terkesan tak ada prosedur tetap dalam penanganan kejadian darurat.
Di situlah peran Naif sangat krusial. Apalagi, dia tipe orang yang tak mudah menyerah. Meski awalnya dia tak kuat berada di dekat jenazah. ”Dengan bahasa Arab saya yang lancar, saya dekati petugas yang baik. Saya ajak ngobrol. Ujung-ujungnya minta izin melihat jenazah,” ujar mukimin 33 tahun yang tidak lancar berbahasa Indonesia itu.
Langkah selanjutnya adalah membantu pekerjaan orang Arab. Sebab, biasanya mereka langsung ramah terhadap orang yang baru dikenal kalau sudah dibantu.
”Misalnya, kita bantu pekerjaan mereka mengarsipkan dokumen, dia suka. Ya sudah, kita bisa sekalian ambil data yang kita mau,” tutur Naif, yang sudah tujuh tahun menjadi petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH).