Perubahan APBD 2015 Disetujui

[tie_list type=”minus”]Perbaikan Kinerja DPRD dan Pemkot Bandung [/tie_list]

BATUNUNGGAL – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung menyetujui Raperda Perubahan Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah tahun 2015, ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (Perda). Kesepakatan itu merupakan keputusan akhir kerja maraton Pansus VIII yang membahas anggaran setelah mendapat masukan dan saran dari Badan Musyawarah.

Ketua Pansus VIII DPRD Kota Bandung Erwan Setiawan menjelaskan, perubahan APBD tersebut amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006, yang menyebutkan paling lambat akhir September Perubahan APBD harus ditetapkan melalui keputusan DPRD yang ditandatangi bersama wali kota.

”Kendati demikian, hal penting Perubahan APBD, mekanisme pembahasan tidak keluar atau lanjutan hasil kesepatan KUPA dan PPAS Daerah,” tukas dalam Sidang Paripurna Persetujuan Perubahan Anggaran tahun 2015, kemarin (1/10).

Ketua Fraksi Partai Demokrat tersebut mengungkapkan, sebelum perubahan, APBD Kota Bandung 2015 sebesar Rp 5,5 triliun lebih dengan PAD Rp 2 triliun lebih. Pendapatan lain-lain yang sah Rp 1,5 triliun. Sehingga, secara akumulasi terjadi peningkatan di Perubahan APBD sebesar Rp 211 miliar lebih dibanding anggaran murni 2015. Meskipun ada peningkatan, tetapi terdapat devisit sebesar Rp 28 miliar lebih.

Di pembiayaan sebesar Rp 1 triliun lebih mengalami peningkatan menjadi Rp 1.098 miliar lebih terdapat selisih sebesar Rp 28 miliar lebih. ”Struktur Perubahan APBD komposisinya memang berimbang. Itu dampak peningkatan pendapatan dari DPKAD (Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) dan RSKGM (Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut),” ujar Erwan.

Yang menjadi catatan Pansus VIII, yaitu tindaklanjuti Pemkot Bandung terkait PAD Pajak dan Retribusi Daerah yang berada di bawah 60 persen. Untuk itu, kata dia, perlu peningkatan intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan.

Dia berpandangan, kajian sistem baru untuk menggenjot pendapatan sektor pajak perlu digulirkan. Sebab, cara-cara lama sudah tidak efektif dan efesien. Selain itu, pergeseran penggunaan anggaran yang disepakati kerap muncul dalam DPA. ”Perubahan itu keluar dari KUA (Kebijakan Umum Anggaran) dan PPAS (Plafon Prioritas Anggaran Sementara) serta diluar pengetahuan legislator. Maka perlu penyempurnaan sistem IT dari yang sudah dilaksanakan,” ucap Erwan.

Tinggalkan Balasan