Setahun Vakum, BaCAA Kembali Hadir

COBLONG – Sempat tertunda setahun, akhirnya Bandung Contemporary Art Award (BaCAA) sebagai kompetisi seni rupa kontemporer kembali terselenggara untuk keempat kalinya. Bertepatan dengan HUT Kota Bandung yang ke 205, pemenang juara BaCAA ke-4 ini telah diumumkan di Lawangwangi Creative Space, Jl. Dago Giri No 99, Jumat (25/9) malam.

BaCAA #04
ISTIMEWA MANTAP: Para pemenang Bandung Contemporary Art Award (BaCAA) ke-4 yang diumumkan di Lawangwangi Creative Centre, Dago Giri, Jumat (25/9). Ajang kreatif ini demi memunculkan seniman.

Hasilnya, melalui keberadaan lima juri dengan latar belakang juga profesi berbeda, keputusan dalam menetapkan pemenang telah melalui perdebatan dengan penilaian maksimal, sehingga terpilih tiga orang pemenang, yaitu Aliansyah Caniago, Harits Rasyid Paramasatya dan Muhammad Vilhamy.

Dua dari pemenang Bacaa #04 (Harits dan Vilhamy) merupakan seniman dengan usia masih muda, dan sedang memulai karir seniman. Hal ini membesarkan hati, sebab harapan untuk menemukan debutan yang berkualitas dalam BaCAA #04 mencapai sasarannya.

Selain itu, sebagai penghargaan terhadap rekam jejak perjalanan seniman muda, dalam Bacaa #04 diberikan pula anugerah Special Mention kepada dua orang seniman, yaitu Nurrachmat Widyasena dan Faisal Habibi.

’’Penundaan ini berkaitan dengan rencana yang semula hendak menyerahkan penyelenggaraan BacAA kepada Pemerintah Kota Bandung. Sayangnya rencana tersebut kurang mendapatkan sambutan sehingga perhelatan ini kembali dikelola oleh Artsociates,” ucap Kooordinator BaCAA Herra Pahlasari.

BaCAA ke-4 merupakan kompetisi seni rupa kontemporer, tidak menetapkan tema maupun batasan medium/material. Sebab ini menjadi konsep dasar, sehingga peserta diberi kebebasan untuk menelusuri dan mengeksplorasi segala kemungkinan gagasan dan perupaan dalam berkarya. ’’Nah pembatasan-pembatasan primer, seperti dimensi dan jumlah karya. Melihat komposisi 30 finalis terpilih, tampak bahwa karya-karya instalasi dan new media cukup menonjol dibandingkan karya-karya dua dimensi, terutama lukisan,’’ kata dia.

Untuk itu, ketiadaan tema dan batasan medium menyebabkan setiap karya dinilai dengan berbagai variabel yang berbeda dan diletakkan dalam konteksnya masing-masing.

Dengan kata lain penilaian setiap karya dikembalikan pada variabel-variabel yang berkait dengan gagasan, perupaannya, dan kemungkinan resepsinya. Hal ini melahirkan kompleksitas dan dinamika penjurian dalam menetapkan 15 finalis dan khususnya 3 pemenang.

Tinggalkan Balasan