Penegakkan Hukum Setengah Hati Pembakar Hutan

Penanganan kasus perusahaan pembakar hutan dan lahan tersebut juga dinilai kurang cepat. Misalnya, kasus yang melibatkan PT BMH. Kasus tersebut sudah masuk ke Bareskrim sejak Februari 2015, artinya lebih dari tujuh bulan kasus tersebut belum juga sampai ke meja hijau. Ditanya soal kesulitannya menangani kasus tersebut hingga lebih dari 7 bulan di Bareskrim, Yazid sama sekali tidak menjawab.

Dia menjelaskan, dari 131 kasus pembakaran lahan itu terdapat 126 tersangka. Serta, diduga melibatkan 24 korporasi di enam provinsi tersebut. ’’Untuk memperdalamnya, kami meminta sejumlah saksi ahli,’’ tuturnya.

Sementara Kapolri Jenderal Badrodin Haiti meluruskan perbedaan data kasus pembakaran hutan. Menurut dia, untuk kasus kebakaran hutan yang korporasi itu hanya ada tiga. Kemungkinan satu kasus lain merupakan kasus pembakaran yang dilakukan perseorangan. ’’Memang harus dibedakan soal tersebut,’’ paparnya.

Terkait kasus, pembakaran lahan PT BMH memang dirasakan perlu pencermatan. Sehingga, membutuhkan waktu, tapi sebelumnya kasus itu belum memiliki tersangka. ’’Sekarang sudah ada tersangkanya,’’ papar jenderal bintang empat tersebut.

Soal penegakan hukum pada para pembakar hutan, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Albert Nego Tarigan menjelaskan, penegakan hukum pada pembakar lahan selama ini dirasakan kurang berintegritas. Sebab, banyak sekali kasus yang justru tertahan dan tidak sampai ke meja hijau. ’’Namun, begitu sampai ke meja hijau vonisnya juga sangat ringan,’’ paparnya.

Apalagi, kebanyakan saat ini perusahaan menggunakan petani dan pekerja kasar untuk membakar lahan. Hal tersebut modus agar perusahaan tidak terkena pidana. ’’Ini biasanya yang digunakan,’’ paparnya.

Sementara Eksekutif Walhi Riau Riko Kurniawan menuturkan, saking lambatnya penegakan hukum pada pembakar hutan, ada beberapa kasus yang pada 2014 ditangani dan belum vonis. Namun. Pada 2015 kebakaran kembali terjadi di lahan yang sama. Hal tersebut perlu menjadi perhatian. ’’Pidana pembakaran hutan berulang kali dilakukan dan tidak jera,’’ jelasnya.

Di Riau, kejadian semacam itu terjadi di lahan milik PT LIH, PT RUJ, PT SPA. Kebanyakan perusahaan itu telah menjadi tersangka pada 2014, tapi pada 2015 kembali menjadi tersangka untuk kasus yang sama. ’’Ini perlu perhatian penegak hukum yang lebih serius,’’ jelasnya.

Tinggalkan Balasan