TKA Gerus Tenaga Kerja Pribumi

COBLONG – Belasan mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Kota Bandung meng-gerudug Gedung Sate kemarin (7/9). Mereka menolak tenaga kerja asing tanpa skill yang dapat menggerus tenaga kerja pribumi.

Ketua Umum KAMMI Bandung Julhayadi Arya Puntara mengatakan, di tengah lesunya perekonomian dunia, Indonesia termasuk negara yang kembali dihadapkan pada ancaman krisis.

Melewati triwulan III, nilai tukar rupiah kian merosot pada level Rp 14.070,5/US dollar. Hal tersebut berdampak buruk pada kondisi ekonomi masyarakat, bahkan jumlah PHK meningkat. ’’Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja per Juli 2015, ada sekitar 11.350 pekerja yang harus menyandang status baru sebagai pengangguran. Ini tentunya sangat memprihatinkan,” katanya di sela-sela aksi.

Ironis, di tengah tingginya pekerja yang di-PHK, jumlah tenaga kerja asing justru meningkat tajam. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Imigrasi tercatat mayoritas imigran tenaga kerja asing di Indonesia cukup tinggi. Tercatat TKA dari Tiongkok sebanyak 16.328 orang, Jepang (10.838), Korea Selatan (8.172). ’’Tidak hanya itu saja tenaga kerja asing tanpa skill pun banyak yang masuk, sehingga mereka menggeser pribumi. Tentunya harus ada perlindungan dari pemerintah terkait ini,” keluhnya.

Tidak hanya TKA yang menjadi persoalan di tanah air, lemahnya daya beli masyarakat pun menjadi persoalan yang cukup serius. Di mana harga kebutuhan pokok meningkat, membuat masyarakat mengutamakan dua hal, yaitu mencari harga barang lebih murah tanpa memperdulikan barang impor atau lokal. ’’Sehingga hal itu mengurangi daya saing produk lokal,” tukasnya.

Peran pemerintah dalam memberantas mafia daging sapi dinilai sangat lemah. Kebijakan pemerintah untuk menahan impor daging sapi yang direspon oleh para spekulan dengan menahan stok daging, serta efek dari mahalnya daging sapi yang diikuti dengan meningkatnya permintaan daging ayam tak diiringi dengan stok yang cukup membuat pasaran daging menjadi tidak stabil. ’’Oleh karena itu, pemerintah dituntut untuk mampu menawarkan solusi berupa alternatif paket kebijakan ekonomi untuk atasi krisis. Apabila Presiden Joko Widodo gagal dalam mengatasi krisis ekonomi nasional, maka dengan penuh rasa hormat meminta presiden untuk me-reshuffle dirinya,” ucapnya. (gmn/vil)

Tinggalkan Balasan