Kecewa Bahasa Indonesia Dihapuskan

SUMUR BANDUNG — Kebijakan pemerintah pusat dalam menghapuskan syarat pada tenaga kerja luar negeri untuk bisa berbahasa Indonesia, dinilai tidak ada korelasi kuat untuk menjadi faktor pendorong para investor asing menamkan modalnya di Indonesia.
Hal tersebut dijelasakan pengamat hukum dan tata negara Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf. Dirinya menjelaskan, bila faktor penambahan jumlah investor menjadi faktor pendorong kebijakan tersebut dihapus maka langkah tersebut begitu disayangkan.
’’Jadi hemat saya, data itu darimana, ketika mereka mengatakan kendala yang menghambat investasi adalah faktor mereka harus belajar bahasa Indonesia. Ada mungkin ada, tapi tidak sebagaimana digambarkan presiden cabut itu pasal permen tidak seperti itu, bahwa bahasa menjadi kendala yg menghambat investasi, agak- agak terlalu jauh gitu,’’ kata dia kepada wartawan di Balai Kota Bandung.
Asep menjelaskan, masih banyak masalah yang dihadapi dan perlu sorotan yang lebih penting, daripada mengubah kebijakan mengenai berbahasa pada tenaga kerja luar negeri.
’’Kecuali perizinan tidak jelas, ada pungutan liar, tidak kapabel, tidak punya pelayanan perizinannya, infrastruktur masih lemah, oke tata ruang masih tidak jelas, nah itu kan sebagai kajian tidak ada yang mengatakan problem itu, tidak ada keluhan yang serius, mungkin satu dua keluhan tapi tidak dijadikan sebagai sebuah problem kepemerintahan, problem ketenagakerjaan pada umumnya,’’ jelas dia.
Seperti diketahui, konsep Trisakti-nya Bung Karno yakni, berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian secara sosial budaya. Menurut Asep, bahasa Indonesia merupakan salah satu bagian dari budaya bangsa ini, mengapa hal tersebut harus dijadikan kendala yang sangat serius.
’’Sebagai kajian, tidak ada yang mengatakan itu (bahasa Indonesia) menjadi keluhan yang serius, mungkin satu-dua keluhan, tapi tidak dijadikan sebuah problem pemerintahan, problem ketenagakerjaan pada umumnya,” sahut dia.
Bahkan, menyongsong pasar bebas Masyarakat Ekonomi Asean, beberapa negara seperti Thailand, Vietnam, Singapura menyiapkan dan mempelajari bahasa Indonesia. Sementara Presiden Jokowi malah sebaliknya, mengeluarkan kebijakan yang berseberangan dengan apa yang negara lain perbuat. (fie/vil)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan