JAKARTA – Lolosnya beberapa orang Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari kalangan Kepolisian dan Kejaksaan membuat keresahan tersendiri bagi pegiat anti korupsi.
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti (Usakti) Abdul Fickar Hadjar mengatakan bahwa dalam UU KPK tidak ada prasyaratan yang menentukan seorang calon pimpinan KPK harus dari kalangan kepolisian dan kejaksaan.
Oleh sebab itu, dalam tahap keempat nanti yang menjadi penentu lolos dan tidaknya seseorang menjadi pimpinan KPK periode 2015-2019, pansel KPK harus mengesampingkan dikotomi antara calon dari unsur penegak hukum atau unsur lain.
”(Dalam UU) KPK tidak mewajibkan pengisian komisionernya pada perwakilan instansi-instansi tertentu baik MK, eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Calon pimpinan KPK dalam UU adalah dia yang memiliki integritas dan kapabilitas seorang calon. Itu menjadi sesuatu landasan atau dasar independensi,” kata Abdul Fickar Hadjar di Jakarta.
Senada dengan Abdul, praktisi hukum tata negara Refli Harun mengatakan bahwa yang dibutuhkan pimpinan KPK sekarang adalah orang-orang yang mempunyai kualitas, integritas, independensi, dan keberanian.
Jika institusi kepolisian dan kejaksaan berlomba-lomba menyodorkan penggawa terbaiknya untuk memimpin KPK, maka hal itu dinilai kontradiksi terhadap UU KPK yang mempunyai fungsi trigger mechanisme terhadap dua institusi tersebut.
”Kalau mereka (capim KPK dari Polri dan Kejaksaan) punya integritas tinggi kenapa tidak benahi institusinya,” kritis Refli.
Pada Rabu (12/8) lalu, Pansel Capim KPK meloloskan 19 dari 48 calon pimpinan KPK yang berasal dari berbagai profesi yang berbeda.
Namun, dari hasil tersebut, ICW menilai masih terdapat enam orang calon yang dinilai bermasalah baik terkait segi integritas, maupun moralitas. Selain itu, berdasarkan informasi yang dihimpun, masih ada calon yang memiliki “rekening gendut”, terutama calon yang disodorkan dari institusinya.
Di lain pihak, Pansel Capim KPK beralasan masih dipilihnya orang-orang tersebut karena waktu penyerahan hasil penelusuran yang dilakukan beberapa institusi penegak hukum seperti PPATK, serta kelompok masyarakat seperti ICW, sangat berdekatan dengan hari pengumuman.
Oleh karena itu, pansel tak punya cukup waktu untuk meneliti lebih jauh perihal profil para calon. Untuk memperbaikinya, pansel berjanji akan menelusuri lebih lanjut ketika tahapan wawancara, yang menjadi tahapan terakhir perekrutan berlangsung. (ian/rmo/mio)