BANDUNG – Kejahatan terhadap satwa liar dilindungi terungkap. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat berhasil menyita 69 potong barang bukti satwa liar dilindungi, yang telah diawetkan dan dijadikan aksesori untuk diperjualbelikan.
Menurut Kepala BBKSDA Jawa Barat Sylvana Ratina kepada wartawan, tempat kejadian perkara itu di toko di Jalan R.E. Martadinata Nomor 85. Di depan kantor Kejaksaan Tinggi Negeri Bandung. Penggrebekan terhadap toko suvenir itu dilakukan pada Kamis (30/7) lalu.
”Pengelola toko berinisial K, ketika kami melakukan penggeledahan penjaga tokonya cukup terbuka dan bisa diajak kerja sama,” ucap dia dalam gelar perkara di halaman kantor BBKSDA Jawa Barat, Jalan Gedebage Selatan, Bandung, kemarin (31/7).
Dalam operasi tersebut, BBKSDA menyita 69 potong barang bukti satwa liar yang masih ada banderol harganya. Di antaranya, 5 potong bagian tubuh penyu, 11 buah tanduk rusa, sebuah potong kaki harimau berkuku, satu potong kaki kancil, 22 potong kuku macan, sebuah potongan tanduk rusa beserta taring, 1 ekor macan, 5 lembar potong kulit macan, sebuah kepala dan kaki Trenggiling, 1 ekor kulit macan, dan yang lainnya.
”Kami dapat 69 potongan dari hasil kami melakukan penggrebekan. Padahal, informasi awalnya hanya ada tujuh bagian saja. Ini merupakan temuan yang luar biasa,” pungkas dia.
Operasi itu berawal dari laporan komunitas Center for Orangutan Protection (COP) dan Jakarta Animal Aid Network (JAAN) pada Kamis (30/7) kepada BBKSDA. Laporan tersebut terkait dengan adanya perdagangan bagian satwa liar yang dilindungi oleh undang-undang.
Akhirnya, BBKSDA Jawa Barat didampingi anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus Subdit Tipidter IV Kepolisian Daerah Jawa Barat, beserta COP, dan JAAN langsung bertindak cepat dengan melakukan penertiban peredaran satwa liar tersebut.
Dalam barang yang disita BBKSDA, tertera banderol harga setiap potong aneka suvenir yang berasal dari bagian tubuh satwa langka itu. Terlihat harga paling murah bagian satwa langka itu dibanderol dengan hanya harga Rp 100 ribu hingga bisa mencapai harga Rp 3 jutaan.
Dari semua barang bukti itu, kata Sylvana, belum bisa dipastikan keasliannya karena hanya berdasarkan kasat mata saja. Karena itu, ke depan akan dilakukan tindak lanjut lebih mendalam lagi. ”Nanti dalam proses penanganan hukumnya, yang tidak bisa diidentifikasi langsung kita akan uji DNA nantinya,” jelas dia.