[tie_list type=”minus”]Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI[/tie_list]
JAKARTA – Target pertumbuhan ekonomi 5,7 persen dalam APBN Perubahan 2015,tampaknya, kian jauh dari jangkauan. Itu terkait laporan terbaru Bank Dunia yang kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kepala Ekonom Bank Dunia Kaushik Basu menyatakan, rendahnya harga komoditas memang memukul negara-negara berkembang. Selama ini, negara berkembang memang sangat bergantung pada ekspor komoditas dan investasi. ’’Kondisi ini membuat negara berkembang lebih rentan dan melemahkan prospek pertumbuhan,’’ ujarnya dalam laporan Global Economic Prospects: The Global Economy in Transition Kamis (11/6).
Dalam laporan Juni 2014, ekonomi Indonesia diproyeksikan masih bisa tumbuh hingga 5,6 persen. Lalu, dalam laporan periode Desember 2014, ekonomi Indonesia dipangkas lagi menjadi 5,2 persen. ’’Dalam laporan Juni 2015, direvisi menjadi 4,7 persen,’’ katanya.
Perlambatan laju ekonomi, rupanya, juga bakal terjadi pada sebagian negara di kawasan Asia Timur dan ASEAN. Misalnya, Tiongkok yang tahun ini diproyeksikan hanya tumbuh 7,1 persen, lebih rendah dibanding realisasi 7,4 persen pada 2014. Lalu, Malaysia tahun ini diperkirakan tumbuh 4,7 persen dari 6,0 persen tahun lalu. Adapun Vietnam diperkirakan stagnan di posisi 6,0 persen.
Namun, ada pula negara yang diperkirakan mulai mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi pada 2015. Misalnya, Filipina yang tahun ini diproyeksi bakal tumbuh 6,5 persen, lebih tinggi dibanding 2014 yang 6,1 persen. Demikian pula Thailand yang pada 2014 hanya tumbuh tipis 0,9 persen dan tahun ini diperkirakan bisa tumbuh hingga 3,5 persen.
Basu menambahkan, perekonomian global yang tahun ini diproyeksikan tumbuh 2,8 persen akan mulai recovery pada 2016 ke 3,3 persen. Hal itu bakal membantu naiknya harga komoditas. Karena itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai eksporter komoditas akan ikut terkerek naik menjadi 5,5 persen pada 2016 dan 2017. ’’Didorong penguatan ekspor dan investasi,’’ sebutnya.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan, lemahnya recovery perekonomian global menjadi tantangan berat Indonesia. Pemerintah sudah mulai realistis dengan mengincar pertumbuhan 5,4 persen tahun ini. Angka tersebut lebih rendah daripada target awal APBN Perubahan 2015 yang dipatok 5,7 persen. ’’Ini memang tahun yang berat,’’ tuturnya.
Namun, target 5,4 persen itupun dinilai tidak akan mudah dicapai. Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menyebutkan, pemerintah harus bisa menggenjot konsumsi jika ingin mencapai target tersebut. Sayangnya, inflasi Mei yang sebesar 0,5 persen diperkirakan merangkak naik pada Juni seiring bulan puasa. ’’Akibatnya akan menekan daya beli,’’ jelasnya.