Menurut pria kelahiran Bandung tanggal 29 Mei 1968, yang kini menjabat sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) ini, pembangunan ekonomi industri seharusnya berbasis pada keunggulan komparatif lokal atau kewilayahan. Menekankan pentingnya kelestarian lingkungan hidup dalam pemanfaatan sumber daya alam sebagai material produksi. ’’Pembangunan dan pengembangan industri ekstraktif tanpa meninggalkan industri berteknologi tinggi, serta sektor manufaktur lainnya. Dengan melibatkan keunggulan ketersediaan bahan baku dan tenaga kerja, sehingga mampu meningkatkan pendapatan nasional berlipat ganda,” jelas dia.
Pemikiran Yuddy itu tak lepas dari kenyataan bahwa saat ini bangsa Indonesia tengah dihadapkan pada sejumlah tantangan, dalam menyukseskan pembangunan nasional. Tantangan itu terutama kesenjangan sosial yang makin melebar, kompetisi global, kerawanan pangan dan energi, dekadensi moral dan karakter, serta jeratan utang dan krisis moneter. Untuk menjawab tantangan itu, diperlukan solusi strategis melakukan restorasi berbagai hal penting. Dalam mengimplementasikan pembangunan ekonomi industri yang mensejahterakan.
Solusi strategis itu, lanjutnya, setidaknya terdiri atas lima hal. Pertama, mengubah paradigma pembangunan ekonomi yang lebih seimbang dari pro pasar (produsen) menjadi pro rakyat (konsumen). Kedua, memprioritaskan pembangunan sektor pendidikan. Ketiga, mengembangkan pertanian, perikanan dan pengolahan energi terpadu. Keempat, keteladanan pemimpin yang berintegritas. Dari Presiden hingga pejabat birokrasi terendah. Kelima, efisiensi penggunaan anggaran serta membangun gerakkan penghematan nasional.
Adapun untuk merumuskan kebijakan pembangunan ekonomi nasional, diperlukan paling tidak delapan langkah. Pertama, perlu model kebijakan pemberdayaan ekonomi dari bawah ke atas (bottom up) yang menasional. Dengan begitu, bisa menjadi salah satu pilar penyangga kekuatan ekonomi nasional dengan mengembangkan industri berbasis keunggulan lokal.
Kedua, kebijakan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui kebijakan yang mendapat dukungan dari seluruh pemangku kepentingan. Dari struktur pemerintah di tingkat bawah sampai pusat. Baik dari aspek identifikasi, perencanaan program sampai pada perancangan program secara terpadu, tetapi dinamis.
Ketiga, pemberdayaan ekonomi masyarakat, industri rumah tangga atau industri kecil-menengah padat karya (labor intensive). Menitikberatkan potensi lokal, pengelolaan sumber daya alam dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan, pendampingan pemerintah. Serta, mendesak penyertaan dana corporate social responsibility (CSR), baik dari BUMN maupun swasta.