Di posisi sayap kanan, dia masih kalah bersaing dengan Ivan Rakitic dan Rafinha. ”Dari situlah mengapa saya merasa bahwa ini saatnya bagi dia (untuk pergi, Red),” cetusnya. Joaquin menganggap Xavi masih beruntung masih ada klub professional yang bersedia untuk menampungnya di usia menjelang senja.
”Di usianya seperti ini, dia masih memungkinkan untuk terus bermain sepak bola. Semua ini dilakukannya sekaligus sebagai jembatan untuk mempersiapkkan diri sebagai pelatih pada masa depan, atau mulai merancang waktu untuk beristirahat sejenak dari dunia sepak bola,” tuturnya.
Kepergian Xavi pun memunculkan banyak kenangan. Bukan hanya penggawa Barca yang masih aktif musim ini, pun demikian mantan penggawa klub finalis Liga Champions 2014-2015 itu. Salah satunya bek Eric Abidal yang pernah satu tim dengan Xavi pada rentang musim 2007 hingga 2013 silam.
Dalam pernyataannya, Abidal menyebut Xavi sebagai sosok paling berpengaruh dalam Barca. Bukan hanya di dalam lapangan, pun demikian dengan di luar lapangan. ”Saya rasa dia juga orang terpenting dalam ruang ganti. Bukan hanya menghubungkan antara Luis Enrique dan Lionel Messi (ketika dilanda konflik pada Januari lalu, Red), begitu juga antara Enrique dengan pemain Barca lainnya,” beber pria berkebangsaan Prancis itu dalam wawancaranya kepada Cadena SER.
Diakuinya, tidak mudah untuk mencari sosok penyatu seperti Xavi ini. Sebelumnya ada Carles Puyol yang bisa menjadi jembatan. Memang, diakuinya dengan usia senja susah untuk berkompetisi dengan pemain yang lebih muda. Tetapi, kelebihan dari pengalaman membuat Xavi tidak tergantikan.
Bukan hanya pada laga terakhir di Camp Nou akhir pekan nanti, Xavi juga diharapkan Abidal bisa kembali ke podium lebih tinggi, yaitu di Olympiastadion Berlin, 6 Juni nanti. ”Saya ingin melihatnya mengangkat trofi Liga Champions, semoga tim bisa mencapai target itu,” tegasnya. (ren/mio)