Ditahan KPK, Jero Minta Keadilan

Sebenarnya, SKK Migas memiliki sistem whistle blowing atau sistem pelaporan terhadap adanya kemungkinan pelanggaran di SKK Migas. ’’Ada juga pengawasan internal yang dilakukan komisi pengawas, sebenarnya pengawasannya sudah bagus,’’ tegasnya.

Namun, saat ditanya mengapa kasus korupsi tersebut tetap terjadi, dia kembali tutup mulut. Dia menuturkan, soal kasus ini pihaknya tidak mengetahui sama sekali. ’’Sudah ya,’’ ujarnya kabur dari kejaran wartawan.

Sementara hingga pukul 20.50 semalam, penggeledahan belum juga selesai. Sesuai informasi yang diterima Jawa Pos (Group Bandung Ekspres), kemungkinan besar penggeledahan baru akan selesai tengah malam. Hal itu dikarenakan sejumlah barang bukti masih belum didapatkan tim Bareskrim.

Informasi yang berhasil dihimpun, awal mula terjadinya tindak pidana itu karena kongkalikong antara oknum SKK Migas dan TPPI pada 2008. Modusnya, memberi kemudahan bagi TPPI untuk menjual kondensat dengan sistem penunjukan langsung. Padahal, belum ada payung hukum SAA atau seller appointment agreement.

Saat itu, TPPI berminat untuk menjual kondensat milik pemerintah melalui SKK Migas yang ketika itu masih bernama BP Migas. Namun, pembayarannya dilakukan dalam bentuk piutang alias tidak dengan uang kontan. Untuk memuluskan permohonan, TPPI melobi ke berbagai pihak mulai pejabat BP Migas sampai Kementerian ESDM.

Dari dua instansi itu, TPPI mendapat angin segar. Sebab Ditjen Migas Kementerian ESDM meminta kepada BP Migas untuk memenuhi permintaan TPPI. Untuk melengkapi izin, TPPI sempat mengajukan surat kepada Menteri Keuangan supaya menyetujui pembelian kondensat dengan pembayaran secara piutang.

Tiba-tiba pada awal Januari 2009 muncul surat pemberitahuan dari BP Migas. Intinya, BP Migas bisa melakukan penunjukan langsung dengan dua syarat yang harus dipenuhi TPPI. Pertama, TPPI harus menyediakan jaminan pembayaran sesuai ketentuan yang berlaku. Kedua, ada klausul penggantian kerugian terminal kalau TPPI gagal lifting.

Konon, menjelang akhir Mei 2009 mulai dilakukan pengiriman pertama kondensat ke TPPI. Meski belum ada payung hukum, pengiriman terus dilakukan sehingga piutang terus membesar. Pengiriman berhenti pada akhir 2010 dengan total piutang mencapai sedikitnya Rp 2 triliun.

Utang TPPI membengkak karena hasil penjualan tidak dibayarkan. Padahal, selain harus melunasi pembelian kondensat, masih ada utang terhadap PT Pertamina (Persero) yang kala itu mencapai Rp 7 triliun. Kementerian ESDM pada Maret 2013 melansir nilai total utang TPPI yang menembus Rp 17,88 triliun kepada 362 kreditur.

Tinggalkan Balasan