[tie_list type=”minus”] Bentuk Kepedulian terhadap Lingkungan[/tie_list]
BANDUNG – Acara ritual Patali Banyu dihadirkan dalam Festival Budaya Masyarakat Adat Jawa Barat ke-2 yang berlangsung di Ecowisata dan Budaya Alam Santosa, Pasir Impun, Kabupaten Bandung. Acara ini sekaligus menutup rangkaian acara peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60.
Proses Patali Banyu adalah prosesi penyatuan air yang diambil dari sumber mata air di Jawa Barat. Pengambilannya berbeda-beda dari setiap daerah. Proses penyatuannya dilakukan oleh Baresan Olot atau para sesepuh dari masing-masing daerah sumber air tersebut.
Sebanyak 15 sumber air dibawa oleh Baresan Olot pada sebuah bambu. Kemudian, satu persatu seluruh air dituangkan pada sebuah mangkuk besar yang terbuat dari kayu. Mangkuk tersebut diserahkan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya untuk disatukan ke sumber mata air di Pasir Impun.
Penyatuan air tersebut diakui Eka Santosa, aktivis Baresan Olot Masyarakat Adat (BOMA), merupakan bentuk kepedulian terhadap lingkungan. Krisis air dan kerusakan lingkungan sudah banyak terjadi, namun jarang ada perbaikan. Kalaupun ada, proses pemulihannya memerlukan waktu yang lama.
Dia mengatakan, wailayah Jawa Barat terbilang daerah krisis air. Banyak seke yang rusak dan sudah tidak berfungsi lagi akibat aksi pembangunan. ’’Ritual ini dimaksudkan untuk mempersatukan semua air dari berbagai mata air untuk pembibitan,” paparnya kemarin (2/5).
Air merupakan sumber kehidupan. Pada ritual ini, air yang disatukan pada sebuah bambu dimaknai sebagai cara untuk pemersatu. Jika dianalogikan, air yang berasal dari berbagai sumber itu diibaratkan delegasi negara KAA. Seperti sapu lidi. Jika disatukan akan kuat. namun jika terurai maka akan runtuh.
Didampingi Guruh Soekarno Putra, Jan Darmadi (Wantimpres) dan Kapolda Jabar Irjen Pol Mochamad Iriawan, Siti Nurbaya secara bersama-sama menuangkan seluruh air yang ada di mangkuk bambu ke sumber mata air. Usai proses Patali Banyu, dilanjutkan dengan penandatanganan prasasti Lapang Budaya dan Lingkungan Asia Afrika.
Penandatanganan prasasti dilakukan pada sebuah batu yang dimaksudkan untuk mengenang dan mengingatkan bahwa delegasi KAA pernah berkumpul dan bersatu. Mereka melakukan hal ini untuk hidup berdampingan dan berkenegaraan yang rukun demi terciptanya perdamaian dunia. Sebagai simbol perdamaian dan kemerdekaan, dilepaskan juga burung Cangkurileung dan Tekukur oleh seluruh delegasi mahasiswa negara KAA.