COBLONG – Sebagai lembaga yang concern di bidang pemberdayaan perempuan, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Bandung selalu memperingati hari kelahiran RA. Kartini. Momentum itu, di rayakan sebagai bentuk apresiasi atas jasa-jasa pahlawan wanita.
Kartini pada masa itu mungkin skalanya bukan hanya di nasional, tapi internasional. Dia berhubungan dengan kawan-kawannya di Belanda, sehingga lebih terekspos. Banyak surat-surat Kartini yang dibukukan atau diarsipkan oleh kawan kawannya di Belanda.
Sedangkan, Dewi Sartika, Cakupannya lokal. Hanya di tataran Sunda atau Jawa Barat. Tapi pada prinsipnya perjuangan kedua tokoh itu sama saja. Sama-sama memperjuangkan hak perempuan, terutama hak pendidikan.
’’Kita mengenal buku Habis Gelap Terbitlah Terang, tapi kita juga sangat mengenal Sekolah Kautaman Istri. Kedua bukti sejarah itu masih melakat di benak rakyat Indonesia,” kata Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan BPPKB Kota Bandung Nunung Surtini, belum lama ini.
Menurut dia, roh jasa pahlawan wanita itu melekat dalam jiwa sanubari para pegawai negeri sipil (PNS) BPPKB. Hal itu, menjadi bagian tak terpisahkan dalam keseharian mereka saat bertugas. Nunung menuturkan, seandainya harus dihitung, akan banyak sekali upaya mengangkat derajat perempuan. Tetapi, yang langsung bersentuhan dalam memberdayakan perempuan di Kota Bandung, adalah program meningkatkan kapasitas perempuan di bidang pendidikan, ekonomi, sosial, politik dan budaya.
Khusus dalam membina organisasi organisasi perempuan, BPPKB juga memiliki kewajiban melakukan pembinaan di ranah politik. Memang terkesan ekstrem. Sebab, meski perempuan banyak berkiprah di ranah publik, nyatanya masih minim yang berkiprah di ranah politik. ’’Banyak perempuan pinter, tapi mereka itu tidak mau keluar dari zona aman,” tandas Nunung.
Pertanyaan besarnya, kata Nunung, kenapa perempuan enggan keluar dari zona aman? Menurut dia, perempuan itu nyaman dengan tidak dicampuri urusan-urusan yang njelimet. ’’Salah satunya ya itu, masalah politik,’’ cetus dia.
Mengukur prosentase keterwakilan perempuan di dunia politik di Kota Bandung, tidak terlalu sulit. Sebab, 18 persen atau sekitar 9 orang pernah diraih perempuan. Namun, angka itu turun drastis di periode kini. ’’Ada tiga orang keterwakilan perempuan di legislatif,’’ ungkap Nunung.