Seperti mahasiswa Indonesia kebanyakan, Aulia dkk pun sempat minder saat harus bersaing dengan mahasiswa asal Amerika Serikat. Apalagi, lawan itu berasal dari universitas top macam University of California dan MIT. ”Kami makin minder karena mendapatkan jatah presentasi di antara University of California dan MIT,” beber Aulia.
Keunikan inovasi teknologi yang ditawarkan Aulia dkk membuat Brainstat mendapatkan perhatian dewan juri. Sebab, itu menjadi satu-satunya inovasi yang berguna untuk meningkatkan keselamatan berkendara. Sistem integrated transportation safety tersebut menggabungkan teknologi informasi dan neurologi. Inovasi mereka hanya kalah oleh karya satu perusahaan startup games asal Tunisia yang menjadi kampiun.
Brainstat merupakan deteksi dini terhadap kondisi pengemudi yang kerap menjadi sumber kecelakaan. Deteksi itu sangat akurat, karena memanfaatkan gelombang otak si pengendara untuk menyimpulkan apakah sang pengemudi layak melanjutkan perjalanan atau tidak.
Aulia lantas menunjukkan video yang juga digunakannya sebagai bahan presentasi. Brainstat terdiri atas dua peranti utama, yakni brain sensor dan server. Brain sensor yang berfungsi membaca gelombang otak si pengemudi itu diaplikasikan dalam bentuk headband.
Brain sensor akan merekam gelombang otak tiap 10 millisecond. Informasi gelombang otak itu dikirim via bluetooth ke server. Server itu difungsikan layaknya kotak hitam (black box) di pesawat terbang. Hasil dari gelombang otak yang dibaca headband akan disimpan dan diolah di server. Setelah diolah, keluarlah peringatan tentang kondisi pengemudi. ”Peringatan yang keluar bisa menunjukkan kondisi pengemudi itu ngantuk, stres, kecapekan, atau sedang sakit,” paparnya.
Dari server itu, informasi bisa dikirimkan ke smartphone yang berada di lokasi tertentu. Misalnya saja dikirim ke ponsel perusahaan otobus atau dinas perhubungan setempat. Dengan begitu, pihak-pihak tertentu bisa menghentikan kendaraan yang sopirnya sedang ”tidak beres”.
Kalau lokasi yang jauh bisa dikirimi kesimpulan analisis Brainstat, kalau mau, orang-orang di dalam kendaraan bisa mendapatkan informasi serupa. Tinggal pasang tablet di mobil atau bus yang menunjukkan bagaimana kondisi sang sopir berdasar analisis Brainstat.
Di Eropa, sudah lama ditetapkan batasan jam maksimal seorang sopir bisa mengemudikan kendaraan. Namun, karena kondisi fisik satu sopir dengan sopir lainnya berbeda-beda, Brainstat tentunya akan lebih akurat. Sopir yang pada malam sebelumnya bergadang tentu lebih cepat capek daripada sopir lain yang tidur cukup.