Jika Memutuskan Menjauhi Megawati dan PDIP
JAKARTA –Konflik KPK dan Polri diwarnai desakan kepada Presiden Joko Widodo untuk memperlebar jarak dengan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri.
Dorongan tersebut berasal dari figur atau faksi kelompok relawan pendukung Jokowi di Pilpres 2014. Rata-rata mereka anti terhadap partai moncong putih itu.
’’Dalam khayalan mereka, kalau pun nanti partai diperlukan, maka akan dibentuk partai baru yang anasir utamanya adalah mereka,’’ terang pengamat politik dari FISIP Universitas Airlangga Haryadi, kepada wartawan kemarin (12/2).
Menurut dia, jika Jokowi memang berpisah dari Mega, maka yang paling dirugikan adalah Mega sendiri. Namun, tidak menggoyahkan eksistensi PDIP sebagai partai besar. ’’Pondasi Megawati dan PDI Perjuangan sudah kokoh,’’ jelas Haryadi.
Sementara, kata dia, Jokowi sama saja bunuh diri politik dan terlihat konyol. ’’Sebab, anti-partai berarti menentang semangat konstitusi yang mengharuskan pengembangan demokrasi Indonesia berpilar partai,’’ sambungnya.
Kerugian lainnya, Jokowi akan kehilangan basis kekuatan di parlemen. Mungkin, ada partai lain yang siap mendukungnya di Parlemen, tapi kepentingannya semu dan sesaat. Dengan begitu, kinerja kekuasaan pemerintahan tidak akan efektif.
’’Pada saat yang sama, memisahkan diri dari Megawati, maka Presiden Jokowi akan kehilangan patron ideologi nasionalisme-kewargaan,’’ urainya.
Lebih parah lagi, Presiden Jokowi akan mudah di cap sebagai pengkhianat politik. Menurut Haryadi, yang diperlukan Presiden Jokowi sekarang adalah menguatkan kembali jalinan komunikasi dan ikatan politiknya dengan Megawati dan PDI Perjuangan. ’’Kecuali, jika memang Presiden Jokowi ingin bunuh diri secara politik,’’ terangnya. (rmo/ald/far)