Menurut Jongkie, Indonesia masih punya kesempatan untuk memiliki mobil nasional. Tapi, tetap membutuhkan dana investasi yang besar dan pengembalian investasi jangka panjang.’’ Pertama, mengembangkan sendiri mobil itu dari nol. Insinyur Indonesia jago-jago, pasti bisa melakukan itu, tetapi waktu yang dibutuhkan tidak sebentar, bisa bertahun-tahun,’’ sebutnya.
Cara kedua, relatif bisa lebih mempersingkat waktu, yakni dengan membeli teknologi milik merek-merek global yang sudah eksis di pasar. Cara ini dilakukan Hyundai dan Proton ketika membeli teknologi salah satu sedan milik Mitsubishi Motors Jepang. ’’Istilahnya mencontek model yang sudah ada, untuk pengembagan model-model lain,’’ terangnya.
Indonesia wajib meminta klausal pengembangan desain (redesign), supaya bisa dikembangkan menjadi mobil nasional. ’’Masalahnya membeli hak paten dan teknologi suatu merek itu pasti mahal sekali. Tapi, kalau sudah bisa desain ulang, hasilnya seperti sekarang, Hyundai dikenal sebagai merek dari Korsel, Proton dikenal sebagai produk dari Malaysia,’’ jelasnya. (dyn/wir/hen)