Mengandung Zat Sodium Sulphide Sebagai Perontok Bulu
LEMBANG – Jajaran Dit Reskrimsus Polda Jabar berhasil membongkar pabrik yang dijadikan tempat produksi kulit sapi (kikil) di Kampung Cikareumbi, Desa Cikidang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), kemarin (22/1). Pembongkaran ini dilakukan lantaran pemilik gudang tersebut terbukti melakukan produksi kulit sapi yang dicampur dengan zat kimia berupa zat sodium sulphide sebagai perontok bulu.
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol, Sulystio Pudjo Hartono mengatakan, selain mengandung zat sodium, kulit sapi ini dicampur juga dengan zat kimia H2O2 (Hidrogen Peroxide 50 %) bahan pemutih. ”Pembongkaran produksi kulit sapi ini berawal dari laporan masyarakat sekitar. Setelah itu jajaran kepolisian melakukan pengecekan dan benar ditemukan sejumlah kulit sapi yang mengandung zat kimia,” kata Pudjo kepada wartawan ditemui di lokasi, kemarin.
Lebih jauh Pudjo menjelaskan, zat kimia yang bersifat korosif (mengikis) dapat menimbulkan efek mutagenik atau merusak DNA dan juga sebagai pemicu kanker apabila dikonsumsi. ”Zat kimia yang dilakukan pelaku itu biasanya kalau dipakai di pabrik untuk pengolahan limbah cair dan industri kimia maupun industri elektronik. Di samping itu, sering juga pelaku menggunakan tawas sebagai pemutih,” ujarnya.
Dari pengakuan pelaku, lanjut Pudjo, kulit sapi ini sering di kirim ke beberapa titik seperti ke Pasar Ciroyom Bandung, Pasar Caringin Bypass Soekarno-Hatta, Pasar Ancol Kiaracondong Bandung, dan jongko pemilik sendiri. ”Pabrik ini perharinya bisa memproduksi empat kwintal,” katanya.
Untuk itu, pihaknya berhasil mengamankan dan menyita barang bukti (BB) yakni empat ton bahan baku kulit sapi dan kulit domba mentah, 600 kilogram kulit kikil yang sudah diproduksi, 8 jerigen hidrogen peroksida, satu karung zat kimia SN dan satu kilogram tawas.
Sementara itu pihaknya juga sudah mengamankan empat orang tersangka yakni berinisial RR, 25, sebagai pengelola, JJ, 50, pemilik lahan, U, 23, dan A, 22, masing-masing sebagai pegawai. ”Tersangka telah melanggar pasal 135 dan atau pasal 136 huruf a dan b UU RI No. 18 tahun 2012 tentang Pangan, dengan jeratan hukum dua tahun penjara,” ujarnya