JAKARTA – Duet Joko Widodo (Jokowi ) – Jusuf Kalla (JK) harus bekerja lebih keras untuk merebut hati rakyat. Ini terkait rendahnya tingkat kepuasan publik atas 3 bulan kinerja pemerintahan Jokowi – JK.
Direktur Lembaga Riset Puspol Indonesia Ubedilah Badrun mengatakan, hasil survei sepanjang 6 – 16 Januari lalu menunjukkan jika 74,6 persen responden mengaku tidak puas dengan kepemimpinan Jokowi – JK. ’’Angka ketidakpuasan ini tinggi sekali,’’ ujarnya saat konferensi pers evaluasi 3 bulan kinerja Jokowi – JK di Jakarta kemarin (21/1).
Menurut Ubedilah, survei tersebut dilakukan di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten dengan jumlah responden sebanyak 756 orang yang mempertimbangkan heterogenitas wilayah, jenis kelamin, usia, dan mata pencaharian atau pekerjaan.
Ubedilah menyebut, survei tersebut meliputi kinerja pemerintahan Jokowi – JK di bidang kebijakan pendidikan, maritim, kartu sakti atau kartu kompensasi kenaikan harga BBM, perubahan kebijakan subsidi BBM, pergerakan nilai tukar rupiah, dan performance Jokowi secara personal.
Dia mengatakan, survei Puspol Indonesia dilakukan sebelum mencuatnya kasus pergantian Kapolri. Sehingga, survei tidak memotret reaksi publik atas penunjukan Komjen Budi Gunawan yang menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai calon Kapolri oleh Jokowi. ’’Kalau itu masuk (dalam survei), saya yakin jumlah yang tidak puas akan makin banyak,’’ katanya.
Kepala Peneliti Puspol Indonesia Tarmiji menambahkan, di bidang pendidikan, perubahan kurikulum 2013 dengan segala keributannya memantik reaksi negatif di kalangan publik. ’’Masyarakat menilai kebijakan itu membingungkan,’’ ucapnya.
Terkait kebijakan kenaikan harga BBM pada November 2014, lalu diubah lagi dengan skema subsidi tetap pada Januari 2015, juga memicu reaksi negatif. 51,8 persen responden tidak yakin jika pengalihan subsidi bisa mendorong terciptanya pembangunan sektor produktif kerakyatan. ’’Demikian pula dengan kartu-kartu sakti Jokowi, tidak banyak yang menikmati manfaatnya,’’ ujarnya.
Di bidang ekonomi, merosotnya nilai tukar rupiah juga menggerus kepercayaan publik pada kemampuan pemerintahan Jokowi – JK. Menurut Tarmiji, 56 persen responden tidak yakin jika pemerintah saat ini akan bisa menguatkan kembali rupiah. ’’Artinya, pemerintah dinilai kurang mampu menangani tantangan ekonomi ke depan,’’ katanya.
Adapun untuk kinerja personal Jokowi, responden memberikan nilai 5,7 untuk gaya komunikasi Jokowi dan 5,8 untuk gaya berpakaian Jokowi. Menurut Tarmiji, dalam kemampuan komunikasi dan penampilan, Jokowi masih kalah dibanding pendahulunya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). ’’Dengan skala 0 – 10, nilai 5,7 dan 5,8 itu hanya tipis di atas rata-rata,’’ ujarnya.