BI Rate Tinggi, Pengusaha Gelisah
PERBANKAN mengaku bukan perkara mudah menurunkan tingkat bunga kredit. Banyak hal yang harus dipertimbangkan, salah satunya soal persaingan bunga kredit di pasaran.
”Engga bisa serta merta turunkan bunga kredit karena ini berkaitan dengan RBB (Rencana Bisnis Bank),” ujar Sekretaris Perusahaan PT. Bank Nusantara Parahyangan (BNP) Mario Yahya kepada wartawan, belum lama ini.
Dia menjelaskan, suku bunga kredit salah satunya ditentukan oleh suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate). Jika bank sentral menetapkan tingkat suku bunga acuan yang tinggi maka akan mendorong bunga kredit yang juga tinggi.
Selain itu, bunga kredit juga tidak bisa diturunkan secara cepat karena ada perjanjian bank dengan nasabah peminjam dana. Bunga baru dapat berubah jika sudah jatuh tempo. ”Kalau sistem bunga fix maka tidak bisa diturunkan ataupun dinaikkan,” katanya.
Lebih lanjut dituturkannya, penetapan tingkat bunga kredit sangat berkaitan dengan bunga simpanan. Jika bunga simpanan rendah maka akan memicu bunga kredit yang juga rendah, begitupun sebaliknya.
Selain itu, bunga kredit juga dipengaruhi cost of fund bank. Jika biaya pengeluaran tinggi maka bunga kredit bank pasti tinggi.
”Pada dasarnya, kalau bunga kredit rendah, pasti menguntungkan bagi bank karena akan banyak yang pinjam dana. Tapi permasalahannya funding, kalau bunga simpanan rendah maka nasabah akan mengalihkan dana simpanannya ke bank lain,” bebernya.
Kalangan pengusaha di Jawa Barat yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) meminta kepada kalangan perbankan untuk memberikan bunga ringan. Hal ini dinilai sangat penting agar pengusaha dapat meningkatkan daya saing.
Ketua Kadin Jabar Agung Suryamal Sutisno mengatakan saat ini pengusaha dihadapkan dengan tantangan bunga tinggi. Terlebih setelah BI menaikan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 7,75 persen sehingga mendorong perbankan menaikan suku bunga pinjaman. ”Bunga tinggi sangat memberatkan pengusaha, sebaiknya bunga diturunkan,” ujarnya.