Bahan Baku Impor Kuasai Industri Pelumas
JAKARTA – Investor asing makin optimistis terhadap situasi perekonomian di tanah air. Yang terbaru, perusahaan migas asal Belanda, Shell, membangun pabrik pelumas berkapasitas 120 ribu ton pertahun di Bekasi, Jawa Barat, dengan investasi USD 150-200 juta (sekitar Rp 1,8-2,5 triliun). Pabrik pelumas terbesar di Indonesia itu rencananya beroperasi Juni 2015.
’’Dengan hadirnya pabrik pelumas Shell di Kawasan Industri Marunda itu impor pelumas akan bisa dikurangi. Selain itu juga akan memberikan lebih banyak pilihan kepada masyarakat, terutama dari sisi kualitas. Tapi saya ingatkan bahwa persaingan antar produsen menjadi semakin ketat,’’ kata Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin Selasa (13/1).
Menperin mengatakan, impor produk pelumas selama empat tahun naik 50 persen. Yakni, dari 200 ribu kiloliter pada 2010 menjadi 300 ribu kiloliter pada 2013. Padahal kapasitas produksi pelumas di dalam negeri telah melampaui kebutuhan. ’’Potensi pasarnya 850 ribu kiloliter pertahun, sementara kapasitas produksi nasional 1,8 juta kiloliter,’’ terangnya.
Menurut Saleh, data tersebut membuktikan bahwa masyarakat masih menyukai pelumas produksi luar negeri. Padahal, sudah banyak pelumas lokal yang kualitasnya setara bahkan lebih tinggi dibanding pelumas impor. Hal itu menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi industri pelumas nasional. ’’Saat ini terdapat lebih dari 20 pabrik pelumas atau lube oil blending plant (LOBP) di Indonesia,’’ katanya.
Menperin menyampaikan, bahan baku dan bahan aditif industri pelumas dalam negeri sebagian besar masih impor, sehingga di Indonesia, industri ini masih sebatas formulasi dan pencampuran (compounding). ’’Masih perlu integrasi antara sektor hulu (upstream) dan hilir (downstream) atau antara bahan baku berupa lube base oil dengan produk pelumas,’’ tambahnya.
Menurut dia, pembangunan pabrik Shell itu membuktikan bahwa pasar otomotif nasional memiliki prospek yang cerah di masa mendatang. Pabrik Shell tersebut merupakan yang keenam di kawasan Asia Tenggara setelah Singapura, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Vietnam dengan kapasitas produksi sebesar 120 ribu ton per tahun. ’’Semoga ini juga dapat meningkatkan kinerja industri pelumas nasional,’’ ungkapnya.