REGOL – Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jabar meminta semua pihak termasuk pemerintah pusat tidak menetapkan waktu pembangunan pembangkit untuk Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Gunung Gede Pangrango.
Kabid Panas Bumi ESDM Jabar M Fadillah menjelaskan, salah satu alasan pihaknya tidak menetapkan target jelas lantaran WKP terletak di kawasan hutan konservasi sehingga permasalahannya akan lebih rumit.
“Permasalahannya WKP Gunung Gede Pangrango ada di Taman Nasional atau hutan konservasi. Sekadar gambaran pengembangan panas bumi di hutan lindung baru dua tahun bisa digunakan. Itupun dengan harga mahal dan tidak logis,” katanya, saat menjadi pembicara dalam Workshop Panas Bumi Bagi Jurnalis, Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) di kawasan Braga Kota Bandung, beberapa waktu lalu. Oleh karena itu, pihaknya meminta agar pemerintah pusat memberikan keleluasaan waktu untuk menyelesaikan masalah terkait status hutan terlebih dahulu.
Permasalahan pun tidak hanya terjadi untuk WKP yang baru saja diserahkan ke masing-masing pemda, tapi juga WKP yang sudah dimenangkan oleh developer dalam hal ini WKP Gunung Ciremai yang saat ini belum melakukan aktivitas apapun. “Yang terjadi di Ciremai karena BUMD Jabar ingin ikut terlibat atau business to business dengan Chevron. Berlarut-larut karena masing-masing pihak harus terlebih dahulu lapor ke holding,” ucapnya.
Menurut dia, masalah ini pihaknya lebih memilih rumit di awal, tapi nyaman di akhir. Karena akan ada potensial partner sehingga harus dituntaskan. Dengan demikian belum jelas kapan target untuk melaksanakan aktivitas Ciremai.
Lebih lanjut diungkapkannya, Jabar terbilang paling leading bahkan menjadi percontohan sejumlah daerah dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan panas bumi hal ini karena banyak dibantu oleh dua perguruan tinggi terkemuka seperti ITB dan Unpad.
Potensi panas bumi di Jabar diperkirakan mencapai 6.101 MW dengan 49 manifestasi. Meski begitu, yang sudah terpasang baru 1.075 MW atau 17,62 persen. “Yang eksisting baru 13 WKP. Tahun ini kami targetkan 1.155 MW yang terpasang dan di 2018 ditargetkan ada penambahan mencapai 1.369 MW,” ucapnya.
Disebutkannya, dana bagi hasil dari tiga WKP yang diterima daerah dari bisnis panas bumi pada 2013 mengalami penurunan sebesar Rp 88 miliar. Padahal pada 2012 sebesar Rp 120 miliar. “Penurunan penerimaan dana bagi hasil ini disebabkan oleh aktivitas produksi yang mengalami gangguan sehingga bedampak terhadap penjualan dan pendapatan,” ucapnya.