Membangun Budaya Belajar di Sekolah

Tradisi budaya belajar

Tradisi budaya belajar yang harus ada dan berkembang dalam sekolah beserta warga sekolah yang tangguh dan andal. Sekolah yang tangguh dan andal paling tidak perlu mengembangkan empat macam tradisi budaya belajar sebagai berikut.

Pertama, tradisi budaya belajar selama hayat (lifelong learning). Di sini sekolah beserta warga sekolah selalu belajar tiada henti. Seperti dikemukakan oleh Andrias Harefa (2000) bahwa pembelajaran akan mampu membuat manusia tumbuh dan berkembang sehingga berkemampuan, menjadi dewasa dan mandiri. Manusia mengalami transformasi diri, dari belum/tidak mampu menjadi mampu atau dari ketergantungan menjadi mandiri. Dan, transformasi diri ini seharusnya terus terjadi sepanjang hayat, asalkan ia tidak berhenti belajar, asal ia tetap menyadari keberadaannya yang bersifat present continuous, on going process, atau on becoming.

Kedua, membuat rute belajar secara sistematis dimulai dengan belajar untuk untuk menguasai instrumen-instrumen pengetahuan (learning to know), belajar berbuat (learning to do)  sebuah konsepsi bagaimana kita bisa berbuat dan melakukan atau mempraktekan dari apa yang sudah kita pelajari,  belajar hidup bersama orang lain (learning to live together)  konsepsi bagaimana kita bisa hidup bersama dengan orang laing yang memiliki latar, budaya, sosial, ekonomi dan agama dan keaneka ragaman yang berbeda-beda, belajar menjadi seseorang (learning to be) bahwa pendidikan harus bisa menyumbangkan perkembangan yang seutuhnya kepada setiap orang baik dalam jiwa raga, intelegensia, kepekaan, rasa, estetika tanggung jawab pribadi dan nilai-nilai spiritual. Keempat pilar pendidikan tersebut dijadikan landasan untuk pencapaian tujuan pendidikan sepanjang hayat. Di sini bukan hanya siswa, tapi juga guru, harus selalu mau mengikuti rute belajar tersebut. Baik siswa maupun guru tidak boleh hanya berhenti pada salah satu stasiun belajar tersebut.

 

Ketiga, tradisi budaya belajar berliterasi (bermahir-wacana) yang meliputi mahir berpikir kritis-membaca-menulis (reading-writing literacy), mahir wacana matematis (mathematical literacy), mahir wacana sains (scientifical literacy), dan mahir mengungkap dan memecahkan masalah (problem posing and problem solving) untuk kehidupan sehari-hari. Di sini diperlukan kebiasaan, kegemaran, dan perilaku berpikir kritis, membaca-menulis, bermatematika, dan bersains guna mengungkapkan dan memecahkan masalah (Arifana, 2008).

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan