Adrian Yunan Faisal, Personel Efek Rumah Kaca yang Terus Berkarya dalam Gulita

Album Sintas dihasilkan Adrian Yunan Faisal setelah fisik dan mentalnya drop serta harus beristirahat total karena kehilangan penglihatan. Ada tiga diagnosis berbeda tentang penyebab gangguan matanya.

 NORA SAMPURNA, Jakarta


Sebelah mataku yang mampu melihat. 

Bercak adalah sebuah warna warna mempesona. 

 (”Sebelah Mata”, Efek Rumah Kaca)

BOCAH perempuan itu menggelayut manja di bahu sang ayah. Balon di tangan asyik dimainkannya. ”Saya pernah membayangkan citraan visualnya dia,” kata Adrian Yunan Faisal, sang ayah, sembari me­ngelus lembut kepala Rindu, bocah tersebut.

Namun, lanjut basis band Efek Rumah Kaca (ERK) tersebut, upayanya itu ”gagal”. ”Kata ibunya, Rindu lebih cantik dari bayangan saya, hehehe,” ujar pria kelahiran Jakarta 41 tahun lalu itu.

Maklum, Adrian mereka wajah Rindu berdasar suara yang ditangkap dari interaksi keseharian. Sejak bocah buah pernikahannya dengan Yonita Ismiyati itu lahir pada April 2014, Adrian memang belum pernah melihatnya langsung.

Sebab, penglihatannya semakin buruk sejak 2010. Dari awalnya mengalami low vision, lalu hanya bisa melihat dengan mata kanan. Sampai kemudian, sebagaimana ditulisnya dalam Sebelah Mata, salah satu hit ERK, ”gelap adalah teman setia/dari waktu-waktu yang hilang”.

Kehilangan penglihatan itu memang sempat membuatnya sangat terpukul. Serasa jatuh ke terowongan tanpa cahaya di ujung sana. Tapi, ketegaran sang istri dan energi dari si buah hati mengembalikan semangatnya.

Buahnya adalah album solo Sintas yang dirilisnya pada Juni lalu.  ”Saya ingin sembuh. Bukan untuk saya, tapi untuk Rindu,” ucap Adrian.

Hari-hari gelap Adrian bermula pada 2005. Dia merasakan penglihatannya mulai berkurang. Selain mulai mengumpulkan materi untuk album pertama ERK, kala itu dia bekerja kantoran di bidang jasa kalibrasi. Otomatis, kejelian mata sangat dibutuhkan. ”Awalnya, saya mikir mungkin kecapekan. Mata minus,” ungkapnya.

Namun, kian lama, low vision itu terasa kian mengganggu. Adrian pun memutuskan untuk mundur dari pekerjaannya.

Cek ke optik, bukan mata minus. Lantas, ketika periksa ke dokter di sebuah rumah sakit di Jakarta, Adrian didiagnosis mengalami retinitis pigmentosa yang merupakan kelainan bawaan.

Tinggalkan Balasan