Dokter Candora A. Tambunan, Komit Melayani dalam Keterbatasan

Keterbatasan tak membuat dr Candora A. Tambunan memberikan pelayanan kesehatan asal-asalan. Candora tetap memberikan yang terbaik kepada masyarakat. Berikut laporan wartawan Jawa Pos (Jabar Ekspres Group) FERLYNDA PUTRI yang menemuinya di Werinama, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Maluku.

PERGI menemui dr Candora A. Tambunan di Kecamatan Werinama, Kabupaten SBT, benar-benar butuh perjuangan ekstra. Penulis yang waktu itu berada di Tulehu, Maluku Tengah, harus menempuh rute laut dan darat. Tulehu berada di Pulau Ambon, sedangkan Werinama di bagian timur Pulau Seram.

Kapal cepat Cantika Torpedo mengantar dari Pelabuhan Tulehu menuju Pelabuhan Amahai di Pulau Seram pada Senin (10/10) lalu Kapal cepat merupakan salah satu moda yang bisa digunakan menuju Pulau Seram dari Ambon. Pilihan transportasi lain adalah feri. Bila feri waktu tempuhnya lima jam, kapal cepat hanya dua jam.

Perjalanan dari Pelabuhan Amahai dimulai ketika bertemu Etok Tamilou. Dia adalah sopir taksi dari Werinama. Hanya tiga jenis mobil yang digunakan untuk taksi, yakni Avanza, Rush, dan Terios. Meski namanya taksi, bagian dalam mobil tersebut berisi banyak penumpang. Mulanya perjalanan begitu menyenangkan. Di sebelah kanan kami disuguhi birunya air laut. Sedangkan di sebelah kiri terpampang pemandangan pegunungan hijau.

Namun, itu hanya sebentar. Satu jam perjalanan meninggalkan Pelabuhan Amahai, jalan beraspal berubah menjadi jalan sempit dan berlubang. ”Ini masih ringan,” kata Etok.

Benar saja, semakin ke dalam, jalanan semakin tak keruan. Apalagi jika ada sungai. Banyak sungai yang tidak berjembatan sehingga taksi harus berenang. Jika ada jembatan, banyak di antaranya yang masih terbuat dari kayu. Jika berpapasan, salah satu harus antre.

Rute yang ditempuh melewati lebih dari sepuluh sungai. Sampai di sungai kelima, ada mobil Avanza yang berhenti di tengah. Si sopir berada di luar mobil. Dia tampak bingung. Hingga akhirnya Etok turun dan menanyainya. Dia pun membantu memindahkan batu agar air yang mengalir tidak terlalu deras. ”Mobilnya kecil dan dia sopir baru. Jadi, dia tidak berani melintas,” jelas pria 37 tahun itu.

Tinggalkan Balasan