JABAR EKSPRES – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor menegaskan kembali penerapan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2018 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) melalui kegiatan inspeksi dan sosialisasi di sejumlah titik layanan publik.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor, Sri Nowo Retno, mengatakan bahwa aturan KTR di Kota Bogor mencakup sembilan jenis kawasan, yakni fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum, tempat wisata, serta sarana olahraga.
“Jadi kami memang sudah mengatur di sembilan kawasan untuk bebas asap rokok berdasarkan Perda Nomor 10 Tahun 2018 yang wajib dipatahui seluruh pihak,” ujar Sri Nowo, Selasa (9/12/2025).
Baca Juga:Purwakarta Jadi Titik Peredaran Rokok Ilegal Terbanyak di Jawa BaratMenkeu Purbaya Bakal Legalkan Rokok Ilegal Mulai Desember: Saya Tidak Mau Rugi!
Retno menambahkan, bahwa pada kawasan fasilitas umum, batas terluar KTR berada pada area di bawah kucuran atap bangunan. Di luar batas tersebut, pengelola dapat menyediakan area merokok, dengan syarat letaknya terpisah dari gedung utama, berada di area terbuka, dan tidak berada di pintu masuk maupun jalur lalu-lalang pengunjung.
“Batasannya sebenarnya untuk KTR adalah di batas terluar kucuran atap. Teman-teman itu sebenarnya bisa menyediakan tempat untuk merokok, dan itu sudah diatur di perda kita bahwa ruang merokok harus terpisah dari gedung utama. Tidak boleh di depan pintu masuk atau tempat lalu lalangnya orang,” katanya.
Lebih lanjut Retno menjelaskan, aturan mengenai batas wilayah KTR cukup berbeda pada kawasan yang bersifat sensitif, seperti fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, tempat ibadah, dan perkantoran pemerintah. Pada kawasan ini, area bebas rokok ditetapkan hingga batas pagar terluar sehingga tidak diperkenankan adanya ruang merokok di dalam pagar area.
“Misalnya rumah sakit, puskesmas, klinik, termasuk fasilitas pendidikan dan kantor pemerintahan itu batasannya lebih ketat sampai pagar terluar jadi bukan sampai di bawah kucuran atap bangunan,” ucapnya.
Retno pun mengakui bahwa hingga saat ini masih kerap terjadi pelanggaran di lapangan, namun menurutnya hal tersebut karena masih kurangnya pemahaman masyarakat, terutama pengunjung yang bukan warga Kota Bogor atau yang belum mengetahui ketentuan Perda KTR dan cakupan sembilan kawasan tersebut.
