Larangan Study Tour Dinilai Jaga Keadilan, Tapi Ancam Ekonomi Wisata

Ilustrasi: Pelajar berkunjung study tour ke museum sri baduga, Kota Bandung
Pelajar berkunjung study tour ke museum sri baduga, Kota Bandung. Foto: Dimas Rachmatsyah / Jabar Ekspres
0 Komentar

JABAR EKSPRES – Kebijakan pelarangan study tour sekolah menuai sorotan dari kalangan akademisi.

Guru Besar dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Bayu Kharisma, menilai keputusan itu memiliki dua sisi yang kontras.

Di satu sisi, aturan tersebut dinilai melindungi keluarga dengan ekonomi rentan.

Baca Juga:Sinyal Bangkit di Tengah Bencana, Menkomdigi Pastikan Pemulihan Jaringan Sumatra Capai 90 PersenAmarah Bojan Hodak Tak Terbendung, Paksa Wiliam Marcilio Angkat Kaki dari Persib Bandung

Namun di sisi lain, kebijakan ini berpotensi memukul para pelaku yang berada dalam ekosistem wisata edukatif.

Bayu menyebut pelarangan study tour muncul dari keresahan sosial terkait biaya yang membebani orang tua. Dia menilai kebijakan itu menyentuh dimensi keadilan.

“Aspek keadilan sosial dan ekonomi dengan tidak membebani ekonomi keluarga,” ujarnya saat dikonfirmasi Jabar Ekspres, beberapa waktu lalu.

Menurut Bayu, kekhawatiran tersebut meningkat setelah ketimpangan ekonomi pascapandemi.

Bayu juga menilai ada unsur perlindungan sosial di balik larangan itu. “Kebijakan ini dianggap pro-rakyat kecil dengan menghindari tekanan sosial karena tak ikut tour,” katanya.

Menurutnya, pencegahan gaya hidup konsumtif serta potensi eksklusivitas antarsiswa turut menjadi latar pertimbangan.

Ia menyebut kebijakan ini juga mencegah diskriminasi bagi siswa yang tak mampu berpartisipasi dalam perjalanan sekolah. “Pemerataan kesempatan belajar,” ucap Bayu.

Namun Bayu menggarisbawahi dampak ekonomi yang tidak kecil. Dia menyebut banyak pelaku usaha lokal terpukul.

Baca Juga:Pernyataan Igor Tolic Bongkar Situasi Panas di Persib, William Marcilio Resmi Didepak!Persib Hadapi Jadwal 'Neraka' di Desember, Ujian Berat yang Bisa Tentukan Nasib Musim

Menurut dia, banyak pelaku UMKM, transportasi, dan destinasi wisata lokal kehilangan pendapatan besar dari kunjungan pelajar.

Ia menjelaskan, study tour selama ini menjadi bagian dari ekosistem pembelajaran kontekstual.

“Tidak dapat dipungkiri bahwa study tour berkontribusi dalam membentuk pemahaman kontekstual siswa terhadap pelajaran,” jelasnya.

Dia juga mengingatkan potensi pemutusan hubungan kerja. “Operator bus pariwisata, pemandu wisata, dan vendor makanan seringkali mengandalkan penghasilan dari rombongan pelajar,” ujarnya.

Lantas Bayu menilai, terdapat dampak jangka panjang kebijakan ini yang melebar ke aspek pendidikan. Para siswa akan kehilangan pembelajaran berbasis pengalaman dan observasi lapangan.

Bayu pun menyebut ketiadaan aktivitas tersebut mengurangi ruang interaksi lintas sekolah. “Ketidakhadiran aktivitas ini dikhawatirkan akan menyebabkan keterbatasan dalam empati sosial, kolaborasi, dan kepemimpinan,” sebutnya.

0 Komentar