Untuk tahun 2026, lanjut dia, Disperkim menetapkan 349 unit sebagai calon penerima dan calon lokasi (CPCL) Rutilahu, terdiri dari 111 unit di kawasan kumuh, dan 238 unit di luar kawasan kumuh. Peningkatan kuota ini didukung oleh pendanaan dari CSR perusahaan 100 unit, Pemprov Jawa Barat 40 unit, dan program BSPS pemerintah pusat 249 unit.
“Dengan banyaknya sumber pendanaan, kami berharap perbaikan Rutilahu dalam RPJMD dapat dikejar tanpa menyisakan backlog besar,” katanya.
Cimahi Hadapi Kendala Anggaran dan Lahan
Pemerintah Kota kembali mengebut penyelesaian program perbaikan melalui anggaran perubahan 2025. Kota dengan luasan kecil namun kepadatan penduduk tinggi ini menghadapi backlog rutilahu mencapai 2.491 rumah, sementara kemampuan anggaran masih jauh dari memadai.
Baca Juga:Digembar-gemborkan Jadi Prioritas, Program Rutilahu Justru Tersisih di APBD 2025Disperkim: Anggaran Rutilahu Jabar 2026 Bakal Naik jadi Rp40 Juta Per Unit
Plt Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Cimahi (DPKP) Kota Cimahi, Endang menjelaskan penyelesaian perbaikan rumah pada anggaran murni sudah mencapai 304 unit. Tambahan pada anggaran perubahan membuka ruang bagi perbaikan sekitar 200 unit lagi.
Pada tahun anggaran murni 2025, DPKP telah menyelesaikan 304 unit perbaikan. Pada anggaran perubahan (ABT), terdapat tambahan 200 unit yang tengah dipersiapkan pengerjaannya. Pemerintah pusat turut menyokong program ini melalui bantuan 32 unit, sehingga total 232 rumah akan digarap pada Desember 2025.
“Walaupun tidak banyak, tahun ini hanya 32 unit kita dapat bantuan,” ujar Endang saat diwawancarai Jabar Ekspres melalui sambungan telepon, Sabtu (29/11/2025).
Menurutnya, seluruh pengerjaan di ABT akan dituntaskan bulan Desember, setelah proses verifikasi yang kini sedang berlangsung. Verifikasi dilakukan berlapis untuk memastikan seluruh syarat terpenuhi, mulai dari kondisi fisik rumah, status kepemilikan tanah, hingga kesiapan swadaya pemilik rumah.
Endang menuturkan bahwa kendala paling sering muncul dari dua aspek, status lahan dan swadaya. Dua faktor inilah yang kerap membuat usulan perbaikan terpaksa gugur. “Kadang-kadang masyarakat yang mengusulkan itu tanahnya belum clear, belum milik yang bersangkutan. Atau masih sewa, itu tidak bisa. Ada juga yang warisnya belum selesai,” jelasnya.
Meski bantuan pemerintah mencapai Rp25 juta per rumah dari APBD dan Rp20 juta dari APBN, jumlah itu belum mencukupi pembiayaan penuh. Pemilik rumah harus menyediakan swadaya, baik berupa tenaga, material sisa, maupun dukungan keluarga. “Kadang-kadang yang punya rumah belum siap, karena belum megang uang buat nambah-nambahnya,” ucap Endang.
