JABAR EKSPRES – Di tengah derasnya arus informasi digital, dunia pendidikan menghadapi ancaman yang semakin kompleks. Platform media sosial kini bukan hanya ruang berbagi konten hiburan, namun juga dimanfaatkan untuk menyebarkan ideologi berbahaya secara senyap, mulai dari intoleransi, radikalisme, ekstremisme, hingga terorisme. Target utamanya: generasi muda.
Melihat kecenderungan ini, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung mengambil langkah strategis dengan menjalin kolaborasi resmi bersama Densus 88 Antiteror Mabes Polri. Kolaborasi tersebut diarahkan untuk memperkuat literasi keamanan ideologi di lingkungan sekolah, terutama bagi para pimpinan satuan pendidikan.
Kepala Disdik Kota Bandung, Asep Saeful Gufron, mengungkapkan bahwa penetrasi ideologi berbahaya kini sangat berbeda dibanding satu dekade lalu. Penyebarannya lebih halus, memanfaatkan algoritma media sosial, ruang percakapan tertutup, hingga konten-konten yang dikemas dengan narasi positif.
Baca Juga:Kemeriahan “Semarak Akhir Tahun” Artotel Wanderlust Hadir di de Braga by ARTOTELTak Nyalakan Sein, Berujung Maut: Akademisi Bedah Faktor Psikologis di Balik Kekerasan Remaja
“Pola penyebarannya semakin sulit dikenali. Karena itu, kami berharap kepala sekolah memiliki pemahaman komprehensif mengenai pola penyusupan, indikator awal yang harus diwaspadai, serta langkah pencegahan yang efektif,” kata Asep, Jumat (28/11/2025).
Asep menekankan bahwa kepala sekolah memegang peran sentral dalam membentuk kebijakan pendidikan dan atmosfer pembelajaran yang aman. Mereka dinilai sebagai pengarah utama dalam penguatan nilai kebangsaan, toleransi, serta keberagaman di lingkungan sekolah.
Menurutnya, banyak kasus paparan radikalisme justru berawal dari ketidaksadaran lingkungan sekolah terhadap perubahan perilaku peserta didik. Mulai dari perubahan pola pikir, keterlibatan dalam kelompok tertutup di media sosial, hingga konten yang mereka konsumsi sehari-hari.
“Kami berharap seluruh kepala sekolah lebih siap, lebih waspada, dan mampu memperkuat peran sekolah sebagai benteng persatuan,” ujarnya.
Para pakar pendidikan dan keamanan siber mencatat bahwa paparan paham ekstrem kini banyak merambah platform populer seperti TikTok, Instagram, hingga forum gim daring. Konten yang digunakan juga lebih kreatif, memanfaatkan humor, musik, hingga motivasi personal.
Kondisi ini membuat anak-anak dan remaja menjadi kelompok rentan. Mereka sering kali tidak menyadari bahwa konten yang terlihat inspiratif atau menyenangkan memuat ideologi berbahaya yang ditanamkan secara bertahap.
Melalui kerja sama dengan Densus 88, Disdik Kota Bandung ingin memastikan para kepala sekolah memahami dinamika tersebut dan mampu melakukan mitigasi dini melalui pendidikan literasi digital, penguatan karakter, serta komunikasi aktif dengan peserta didik.
