Namun di balik itu semua, makna besar dari pekerjaan seorang guru tak pernah berkurang, sekalipun ruang untuk benar-benar dihargai belum selalu terbuka sebagaimana mestinya.
Sebab guru tidak hidup dari pujian, tetapi dari cahaya kecil yang mereka nyalakan di kepala dan hati murid-muridnya. Cahaya yang mungkin tak langsung terlihat, tapi perlahan tumbuh menjadi karakter, menjadi keberanian, menjadi arah hidup seseorang.
Tiap kali seorang murid melangkah lebih jauh dari yang ia bayangkan, ada jejak guru yang diam-diam ikut berjalan di sana.
Baca Juga:Sekolah Rakyat dan Jalan Keluar KemiskinanMemutus Siklus Perundungan di Sekolah
Tidak ada bakti guru yang sia-sia. Tidak ada pengorbanan yang luput dari hitungan. Ketika dunia belum memberi cukup tempat, ada Yang Maha Memperhitungkan setiap niat, setiap kesabaran, setiap tetes lelah yang tak sempat disuarakan.
Kemuliaan hidup bukan hanya soal materi yang diterima, melainkan tentang amal yang tak pernah putus —ilmu yang terus mengalir bahkan setelah seorang guru menutup kelasnya untuk terakhir kali.
Wahai guru, tetaplah mengajar dengan hati; tetaplah menyalakan api kecil itu, meski suasana kadang terasa remang.
Suatu hari, bangsa ini akan menyadari bahwa pondasi Indonesia Emas tak dibangun dari gedung tinggi atau kurikulum megah, tetapi dari para guru yang setia berdiri di depan kelas, memberi masa depan pada anak-anak tanpa pernah meminta lebih.
Karena pada akhirnya, guru bukan sekadar profesi; guru adalah jalan menuju kemuliaan, dan siapapun yang setia menapak di atas lintasan itu, tak akan pernah hilang dalam perjalanan. (ANTARA)
