JABAR EKSPRES – Kualitas menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Bandung Barat (KBB) kembali dikeluhkan orang tua siswa.
Minimnya tenaga ahli gizi di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) diduga menjadi penyebab lemahnya pengawasan mutu makanan MBG.
Badan Gizi Nasional (BGN) sebelumnya menetapkan tenaga ahli gizi dan akuntan sebagai petugas wajib di setiap SPPG. Namun ketersediaan tenaga gizi di KBB masih jauh dari ideal. Dari total 42 petugas yang tersebar di sejumlah SPPG, hanya 18 orang yang merupakan lulusan gizi. Sisanya, 24 orang berasal dari latar belakang akuntansi.
Baca Juga:Cucun Ahmad Syamsurijal Sebut Tak Perlu Ahli Gizi untuk MBG, Sahrul Gunawan: Cerminan ArogansiCegah Keracunan Terulang, Pemda Kabupaten Bandung Barat Siapkan Relawan Pengawas MBG
Padahal sebelumnya Kepala BGN Dadan Hindayana saat menghadiri rapat koordinasi di wilayah Bandung Barat menegaskan bahwa tenaga ahli gizi memegang peran penting untuk memastikan kualitas menu dan standar mutu pelayanan, termasuk pemilihan bahan pangan, pengelolaan limbah, hingga penyimpanan bahan makanan yang mudah rusak.
Jika melihat kebutuhan tenaga gizi, Bandung Barat seharusnya menjadi wilayah paling mendesak. Pasalnya, KBB tercatat sebagai daerah dengan kasus keracunan MBG terbanyak di Jawa Barat.
Sejak pertengahan September 2025, sembilan kluster keracunan terjadi dengan lebih dari dua ribu korban, mulai dari siswa, guru, hingga orang tua. Meski hasil pemeriksaan Labkesda Jawa Barat menyebut mayoritas keracunan dipicu buruknya kualitas air, korban di setiap insiden mengaku menu yang disajikan dalam kondisi basi.
Keluhan terbaru datang dari orang tua murid SDN Sukamaju, Desa Padalarang, Kecamatan Padalarang. Salah satu orang tua berinisial LN (32) mengatakan bahwa menu yang disajikan kerap tidak sesuai standar gizi.
“Menu memang berganti-ganti, tapi khusus hari Jumat sering asal-asalan. Kadang cuma dapat roti isi telur, rasanya pun tidak enak. Daging juga pernah dibagikan tapi terlihat kurang matang,” ujarnya, Jumat (21/11/2025).
Keluhan semakin meningkat setelah beberapa siswa menerima burger dengan daging yang belum matang dan diminta membawanya pulang untuk dipanggang kembali di rumah.
“Pernah dapat roti burger isi daging yang masih mentah. Anak-anak malah disuruh bawa pulang untuk dipanggang lagi. Tidak ada penjelasan dari sekolah,” jelas LN.
