Wamenekraf Dorong Daerah Jadi Poros Ekonomi Restoratif Indonesia

Wamenekraf Dorong Daerah Jadi Poros Ekonomi Restoratif Indonesia
Wakil Menteri Ekonomi Kreatif, Irene Umar. (Foto: ANTARA)
0 Komentar

JABAR EKSPRES — Transformasi ekonomi Indonesia ternyata tidak harus dimulai dari gedung-gedung tinggi di kota besar. Justru, kekuatan baru kini tumbuh dari desa-desa yang mengandalkan potensi lokal, kemandirian energi, dan semangat kolaborasi masyarakat.

Wakil Menteri Ekonomi Kreatif, Irene Umar, menegaskan bahwa penguatan kapasitas daerah menjadi kunci untuk mewujudkan ekonomi restorative, sebuah konsep pembangunan yang tidak hanya mengejar pertumbuhan, tetapi juga memulihkan hubungan manusia dengan alam dan budaya.

“Sejak awal, Kementerian Ekonomi Kreatif percaya bahwa pembangunan harus berangkat dari daerah. Kalau bisa dimulai dari desa, hasilnya akan jauh lebih kuat. Indonesia terlalu luas untuk hanya terpusat di kota-kota besar,” ujar Wamenekraf Irene dikutip dari ANTARA, Kamis (30/10).

Baca Juga:Lombok Siap Jadi Gerbang Baru Penerbangan Internasional ke TurkiBerkat Kerja Kolaborasi dalam Optimalimasi Potensi Daerah, Brida Jateng Raih Dua Penghargaan dari BRIN 

Ia menambahkan, prinsip kemandirian juga perlu diterapkan dalam pengelolaan energi dan sumber daya alam dengan mendorong setiap daerah mengindentifikasi tiga potensi unggulan yang menjadi kekhasan lokal yang mencakup potensi manusia, budaya dan sumber daya alam.

Pentingnya pemetaan aset daerah ini agar arah pengembangan ekonomi kreatif di daerah lebih terarah dan berdampak.

Langkah ini sejalan dengan semangat Asta Cita Ekraf, program prioritas Kemenparekraf yang menempatkan kemandirian daerah sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional.

“Kemandirian pangan bukan berarti harus berskala nasional. Itu dimulai dari tingkat terkecil dari rumah, desa, kota, hingga provinsi. Baru akhrinya menjadi kekuatan nasional. Negara kita ini sangat kaya, tapi seringkali kita tidak menghargai kekayaan sendiri,” kata Irene.

Wamenekraf menegaskan pentingnya story-nomics atau ekonomi berbasis narasi agar produk kreatif Indonesia bisa dikenal di pasar global dan sebagai wujud menghargai diri dan lingkungan.

Ia juga mengapresiasi kegiatan Kampus Bambu Komodo yang diinisiasi oleh Yayasan Bambu Lingkungan Lestari (YBLL) di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur pada Selasa, 28 Oktober 2025.

Program ini bukan sekadar pelatihan pemanfaatan bambu, melainkan juga ruang belajar kolaborasi lintas sektor—dari masyarakat, pelaku kreatif, hingga pemerintah.

Baca Juga:Transparansi Jadi Kunci, DPR Desak Pertamina Jaga Kepercayaan Publik di tengah Kasus ‘Motor Brebet’Dalam Rangka Penguatan Bisnis, BUMN Perikanan Indonesia Jalin Kerja Sama dengan Perusahaan China

“Kegiatan ini bukan hanya tentang produk bamboo, tetapi tentang kepercayaan dan kolaborasi. Kita perlu mendengar langsung dari masyarakat, karena tanpa memahami masalah di lapangan, solusi tidak akan lahir. Mari kita terbuka, berkolaborasi, dan bergerak bersama,” imbuhnya.

0 Komentar