Ekspor Indonesia Tetap Tangguh di tengah Memanasnya Perang Dagang AS-China

Ekspor Indonesia Tetap Tangguh di tengah Memanasnya Perang Dagang AS-China
Ilustrasi ekspor Indonesia terus menguat di tengah memanasnya pasar dagang AS-China. (Dok. Pixabay)
0 Komentar

JABAR EKSPRES — Di tengah memanasnya tensi dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, ekspor Indonesia justru menunjukkan ketahanan dan pertumbuhan yang stabil.

Menteri Perdagangan Budi Santoso menegaskan bahwa ketegangan ekonomi antara dua raksasa dunia tersebut tidak berdampak signifikan terhadap kinerja ekspor nasional.

“Kalau kita lihat dari angka-angka nggak ada masalah kan. Ekspor kita malah terus. Surplus tertinggi kita malah ke Amerika, ekspor kita ke China juga naik,” ujarnya dikutip dari ANTARA, Kamis (16/10).

Baca Juga:Penerimaan Bea dan Cukai Tembus Rp221,3 Triliun hingga September 2025, Ditopang Ekspor Dorong Ekonomi Lewat Sektor Perumahan, Menkeu: Pertumbuhan Bisa Tembus 5,7 Persen

Menurut Budi, untuk mempertahankan momentum positif ini, Indonesia perlu terus meningkatkan daya saing produk ekspornya, terutama dari sektor UMKM dan daerah.

Ia mengatakan, produk apa pun asalkan memiliki standar dan kualitas yang mumpuni akan mampu bersaing di pasar global.

“Pokoknya kita itu prinsipnya gini ya, kita itu ingin ekspor produk apapun, dari yang kalau kita lihat di desa, kita ada program Desa Ekspor itu sebenarnya tujuannya di desa itu banyak program, tapi nggak terstandarisasi. Nah setelah distandarisasi, diikutkan program UMKM Bisa Ekspor jadi bisa,” katanya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor non-migas Indonesia ke Tiongkok selama Januari–Agustus 2025 mencapai 40,44 miliar dolar AS, naik 8,68 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Ekspor ke Amerika Serikat berada di angka 20,60 miliar dolar AS, sementara ke India sebesar 12,59 miliar dolar AS.

Amerika Serikat tercatat sebagai negara penyumbang surplus perdagangan terbesar Indonesia dengan nilai 12,20 miliar dolar AS, disusul India (9,43 miliar dolar AS) dan Filipina (5,85 miliar dolar AS).

Sebaliknya, defisit terbesar masih berasal dari China (13,09 miliar dolar AS), Singapura (3,55 miliar dolar AS), dan Australia (3,49 miliar dolar AS).

Baca Juga:Menuju Transisi Energi Bersih, Indonesia akan Pangkas Porsi Batu Bara untuk Listrik Jadi 30 PersenMenuju Indonesia Mandiri, Kopdes Merah Putih Jadi Penggerak Ekosistem Ekonomi Nasional 

Sementara itu, ketegangan perdagangan global terus meningkat. Presiden AS Donald Trump mengancam akan menerapkan tarif hingga 100 persen terhadap barang-barang asal Tiongkok serta membatasi ekspor perangkat lunak strategis.

Kementerian Luar Negeri China merespon ancaman Presiden Amerika tersebut.

“Izinkan saya menekankan bahwa China dengan tegas menolak pembatasan dan sanksi AS baru-baru ini terhadap China, dan akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk melindungi hak dan kepentingan yang sah,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Jian melansir dari ANTARA, Kamis (16/10).

0 Komentar