Rereongan Poe Ibu: Tumbuhkan Empati namun Rentan Dikorupsi

Rereongan Poe Ibu: Tumbuhkan Empati namun Rentan Dikorupsi
Ilustrasi uang Rp1.000 yang didonasikan untuk gerakan Rereongan Poe Ibu. (Dok. Bank Indonesia)
0 Komentar

JABAR EKSPRES – Wacana pelaksanaan program “Rereongan Poe Ibu” yang diinisiasi oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menuai tanggapan beragam dari warga Kota Bandung.

Program Rereongan Poe Ibu yang mendorong masyarakat untuk menyisihkan Rp1.000 per hari sebagai bentuk solidaritas sosial ini mendapat dukungan dari sebagian warga, namun juga tidak sedikit yang menyuarakan keraguan hingga penolakan terhadap mekanisme pelaksanaannya.

Sebelumnya, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menegaskan bahwa Pemkot Bandung belum akan melaksanakan program Rereongan Poe Ibu tersebutm, sebelum menerima surat edaran resmi beserta petunjuk teknis (juknis) dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Baca Juga:Gubernur Jabar Luncurkan Gerakan Rereongan Poe Ibu, Warganet: Masyarakat Sendiri DipalakinBelum Ada Juknis, Kota Bandung Tahan Dulu Program Rereongan Poe Ibu

Beberapa warga menyambut baik gerakan ini karena dinilai menghidupkan kembali semangat gotong royong yang mulai luntur di masyarakat urban.

“Kalau niatnya untuk bantu sesama, saya setuju banget. Seribu per hari itu nggak berat, tapi kalau dikumpulkan bisa sangat membantu orang yang membutuhkan,” ujar Ajeng (34), seorang pegawai swasta di kawasan Arcamanik, Senin (6/10).

Senada, Dadan (45), seorang guru di daerah Ujungberung, menilai bahwa program ini bisa menjadi sarana pendidikan karakter bagi pelajar dan ASN.

“Gerakan ini bisa menumbuhkan empati sosial sejak dini. Tapi memang harus jelas dan transparan supaya tidak disalahgunakan,” ucapnya.

Namun di sisi lain, tak sedikit warga yang menanggapi program ini dengan skeptis. Mereka menyoroti kurangnya kejelasan teknis serta potensi penyalahgunaan dana yang dikumpulkan dari masyarakat.

“Kami sering dengar program pengumpulan dana seperti ini, tapi ujung-ujungnya tidak jelas ke mana perginya. Saya khawatir uang rakyat malah tidak sampai ke yang benar-benar membutuhkan,” ungkap Slamet (52), warga asal Cisaranten Kulon.

Kekhawatiran juga datang dari kalangan mahasiswa. Nabila (22), mahasiswi Universitas Swasta di Bandung, mempertanyakan urgensi program ini di tengah beban ekonomi yang masih dirasakan banyak keluarga pasca-pandemi.

Baca Juga:Gerakan Poe Ibu yang Diusung Dedi Mulyadi, Guru Besar Unpad: Sensitif karena Menyangkut Uang Rakyat!Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu Gagasan Dedi Mulyadi, Ini Detailnya

“Buat kami yang masih kuliah dan belum punya penghasilan tetap, meski seribu rupiah terlihat kecil, tapi kalau diwajibkan terus-menerus tanpa kejelasan, ya rasanya membebani juga,” kata Nabila.

Baik pihak yang mendukung maupun yang kontra sama-sama menuntut agar Pemprov Jabar dan Pemkot Bandung memastikan adanya transparansi, akuntabilitas, dan mekanisme penyaluran yang jelas dalam program ini.

0 Komentar