*) Misbakhul Munir SSi MKes, dosen dan Auditor Halal LPH UINSA
JAKARTA – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan Badan Gizi Nasional (BGN) melalui dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) menuntut pengawasan ketat, tidak hanya dari aspek gizi, tetapi juga kehalalan dan keamanan pangan. Isu keracunan makanan di sejumlah sekolah dan dugaan penggunaan food tray berbahan babi di fasilitas umum belakangan ini menegaskan urgensi kehadiran penyelia halal di setiap dapur SPPG.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) menegaskan kewajiban sertifikasi halal bagi produk pangan. Menurut ketentuan perundang-undangan, penyelia halal didefinisikan sebagai individu yang memiliki tanggung jawab penuh terhadap jalannya Proses Produk Halal (PPH) di suatu fasilitas produksi atau layanan. Peran ini sangat krusial karena menjadi garda terdepan dalam memastikan seluruh tahapan pengolahan, penyimpanan, dan distribusi produk berjalan sesuai standar halal yang telah ditetapkan.
Pasal 58 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 menegaskan bahwa penyelia halal memiliki empat tugas utama. Pertama, melakukan pengawasan langsung terhadap pelaksanaan Proses Produk Halal (PPH) agar seluruh tahapan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Kedua, menetapkan langkah perbaikan sekaligus tindakan pencegahan jika ditemukan potensi penyimpangan dalam proses produksi. Ketiga, mengoordinasikan implementasi PPH di seluruh unit atau dapur yang menjadi tanggung jawabnya. Keempat, mendampingi auditor halal pada saat pemeriksaan, sehingga audit dapat berlangsung secara transparan, objektif, dan akuntabel.
Baca Juga:MBG Menjangkau 38 ProvinsiSertifikat Halal Gratis untuk Warung Makan
Dalam praktik Jaminan Produk Halal (JPH), keberadaan penyelia halal menjadi sangat penting karena berfungsi sebagai pengawas internal yang melekat pada setiap unit produksi maupun dapur layanan publik. Tanpa kehadiran mereka, sistem pengawasan hanya akan bergantung pada inspeksi berkala dari pihak eksternal. Kondisi ini berisiko melewatkan potensi kontaminasi atau pelanggaran halal yang bisa terjadi setiap saat dalam proses pengolahan. Oleh karena itu, penyelia halal bukan sekadar pelengkap, tetapi aktor kunci yang menjamin mutu dan integritas produk halal secara berkelanjutan.
Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah daerah di Indonesia mencatat kasus keracunan makanan massal di sekolah setelah peserta didik mengonsumsi makanan dari program makan bersama. Data Badan POM (2023–2024) menunjukkan bahwa lebih dari 30 persen kasus keracunan massal di sekolah berkaitan dengan makanan yang diproduksi dalam skala besar tanpa pengawasan ketat.
