Akhirnya, Gus Dur dimakzulkan melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001, sehingga upaya pembekuan DPR tidak terlaksana.
Munculnya ketentuan baru dalam konstitusi berawal dari kekhawatiran bahwa eksistensi MPR dan DPR terancam karena tidak ada undang-undang yang secara tegas melindungi keberadaan mereka. Oleh karena itu, melalui Sidang Istimewa MPR yang dipimpin oleh Amien Rais, dilakukan perubahan terhadap UUD 1945 dengan menambahkan Pasal 7C yang berbunyi:
“Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).”
Baca Juga:5 Kota di Indonesia yang Paling Aman dari Gempa dan TsunamiPerhitungan Standar Hidup Layak di Jakarta, Cukupkah Gaji Rp10 Juta?
Sejak saat itu, Indonesia secara tegas menganut sistem presidensial, di mana posisi DPR dan Presiden sejajar. Artinya, Presiden tidak bisa membubarkan DPR, begitu pula sebaliknya.
Skenario Membubarkan DPR
Maka, jika muncul pertanyaan “Apakah DPR bisa dibubarkan?”, jawaban sederhananya adalah, tidak bisa. Namun, ada beberapa skenario yang secara teoritis dapat membubarkan DPR, meskipun peluangnya sangat kecil.
1. Amandemen UUD 1945
DPR merupakan lembaga yang keberadaannya diatur dalam UUD 1945. Untuk membubarkannya, UUD harus diamandemen dan pasal-pasal yang mengatur DPR harus dihapus.
Namun, hal ini hampir mustahil terjadi. Sebab, usulan amandemen memerlukan dukungan minimal sepertiga anggota MPR. Dengan jumlah anggota MPR sebanyak 711 orang, setidaknya 237 anggota harus mengusulkan amandemen. Masalahnya, setengah anggota MPR adalah anggota DPR sendiri. Maka sangat tidak realistis apabila DPR mengusulkan pembubarannya sendiri.
2. Kudeta, Revolusi, atau Pemberontakan
Cara kedua adalah melalui jalan keras, yakni kudeta, revolusi, atau pemberontakan. Meskipun secara teori memungkinkan, langkah ini juga nyaris mustahil. Dibutuhkan kekuatan besar yang sanggup melawan TNI sebagai alat pertahanan negara.
Selain itu, melakukan kudeta hanya untuk membubarkan DPR bukanlah pilihan bijak, sebab akan menimbulkan korban jiwa dan kerugian besar tanpa menjamin perubahan yang lebih baik.
3. Pemilu yang Berkualitas
Cara ketiga, sekaligus yang paling realistis namun paling sulit, adalah melalui pemilu. Setiap lima tahun sekali, rakyat memiliki kesempatan untuk memilih calon anggota DPR yang benar-benar layak, berintegritas, dan berpihak pada kepentingan rakyat.
Baca Juga:Kapan BSU 2025 Cair Lagi? Ini Update Terbaru Pencairan Agustus dan Cara Cek PenerimaPoco M7 Plus Baterai Jumbo 7000 mAh Chipset Snapdragon Cuma Segini Harganya
Sayangnya, banyak kendala yang membuat hal ini sulit tercapai, seperti rendahnya kesadaran pemilih, praktik politik uang atau “serangan fajar”, serta terbatasnya pilihan calon yang berkualitas. Alhasil, pemilu sering kali hanya dipandang sebagai rutinitas formal tanpa membawa perubahan berarti.
