Pemkot dan Kejari Cimahi Sepakat Kembangkan Restorative Justice Berbasis Masyarakat

Pemkot dan Kejari Cimahi Sepakat Kembangkan Restorative Justice Berbasis Masyarakat
Penandatanganan MoU dengan Kejari Kota Cimahi terkait Restorative Justice di setiap Kelurahan Kota Cimahi oleh Wali Kota serta Kepala Kajari Kota Cimahi, Nurintan M.N.O. Sirait, (Doc. Diskominfo Cimahi)
0 Komentar

JABAR EKSPRES – Pemerintah Kota Cimahi menggagas pendekatan penyelesaian hukum berkategori ringan melalui mekanisme restorative justice sebagai upaya menghadirkan solusi hukum yang lebih humanis, cepat, dan tidak membebani proses peradilan.

Pendekatan ini menitikberatkan pada musyawarah, perdamaian, dan rasa kekeluargaan tanpa melalui jalur persidangan di pengadilan, namun tetap berada dalam koridor hukum yang berlaku.

Kebijakan ini lahir dari keprihatinan atas meningkatnya potensi gesekan sosial di tengah masyarakat, terutama di tengah tekanan ekonomi yang memicu kerentanan konflik.

Baca Juga:Lansia 82 Tahun Terjebak Reruntuhan Rumah Tua di Cimahi, Diduga Karena Struktur RapuhKeluarga di Garda Terdepan, Strategi Cimahi Perangi Penyalahgunaan Narkoba Sejak Dini

Wali Kota Cimahi, Ngatiyana, menegaskan bahwa restorative justice disusun untuk menjawab kebutuhan penyelesaian masalah hukum secara persuasif, sehingga perselisihan yang terjadi dapat segera diredam tanpa menambah beban proses peradilan.

“Kami bersama Kejari Kota Cimahi telah sepakat melakukan pencegahan penyelesaian hukum ringan melalui jalur pengadilan dengan menandatangani nota kesepahaman atau MOU. Prinsipnya adalah mengedepankan musyawarah yang menjunjung rasa kekeluargaan dan keadilan,” tegas Ngatiyana, baru-baru ini.

Pemerintah Kota Cimahi berencana membangun Rumah Restorative Justice (Rumah RJ) di setiap kelurahan. Fasilitas ini akan menjadi pusat mediasi bagi perkara-perkara berkategori ringan, sekaligus ruang sosialisasi hukum bagi masyarakat.

Dengan adanya rumah RJ, diharapkan konflik sosial akibat kesalahpahaman atau pelanggaran kecil dapat ditangani secara cepat di lingkungan warga tanpa menunggu proses sidang yang memakan waktu.

Ngatiyana menjelaskan, gagasan ini muncul dari fakta bahwa gejolak ekonomi sering kali memperbesar gesekan kecil menjadi konflik yang sulit diselesaikan tanpa campur tangan pihak ketiga.

“Gagasan ini lahir akibat konflik sosial yang kerap terjadi di masyarakat. Tekanan ekonomi membuat gesekan kecil mudah memicu konflik besar, sehingga dibutuhkan pendekatan yang persuasif dan solutif,” ujarnya.

Senada, Kepala Kejaksaan Negeri Kota Cimahi, Nurintan M.N.O. Sirait, menambahkan bahwa restorative justice tidak hanya menjadi metode penyelesaian perkara, tetapi juga instrumen pencegahan potensi pelanggaran hukum.

Baca Juga:Keterbatasan Kewenangan DPKP Kota Cimahi dalam Penanganan Sampah di Sungai Jadi Kendala UtamaKali Malang di Melong Penuh Sampah, Tim Kecebong DPKP Kota Cimahi Maksimalkan Pemeliharaan Saluran

Ia menekankan pentingnya peran tokoh adat, tokoh agama, dan pemuka masyarakat dalam menengahi perselisihan.

“Namun penyelesaian melalui restorative justice harus tetap sejalan dengan ketentuan KUHP dan mengutamakan hukum yang hidup di tengah masyarakat,” jelas Nurintan.

0 Komentar