Dijelaskan Ijang, ketika sekelompok warga secara kolektif menyuarakan kekhawatiran dan meminta kejelasan melalui jalur resmi, hal itu seharusnya menjadi prioritas bagi pihak yang berwenang.
“Permintaan penjelasan terkait BTS ilegal ini bukan hanya sekadar keluhan, tetapi merupakan upaya warga untuk memastikan bahwa hukum dan peraturan ditegakkan,” jelasnya.
Ijang menerangkan, dalam konteks ini warga setempat bertindak sebagai kontrol sosial, mengingatkan Pemda Sumedang akan tugasnya untuk menjaga ketertiban dan keadilan.
Baca Juga:Beckham Putra Yakin Persib Tampil Tangguh di Super League 2025/2026, Akui Sudah Siap Tempur!55 Jurnalis Jadi Korban Kekerasan, Komnas HAM Desak Aksi Nasional Perlindungan Pers
”Namun, sikap diam atau abai dari pemangku kebijakan justru dapat diartikan sebagai ketidak seriusan pemerintah. Menunjukkan bahwa pemerintah tidak menganggap serius keluhan warga,” terangnya.
Ijang menilai, birokrasi di Pemda Sumedang yang terkesan tidak efektif ini, menandakan adanya disfungsi dalam sistem pelayanan publik.
“Di mana alur komunikasi antara warga dan pemerintah tidak berjalan semestinya, ada potensi pengecilan peran warga,” ujar Ijang.
“Mengesankan bahwa suara warga tidak memiliki bobot atau dampak yang berarti dalam proses pengambilan keputusan. Dampak dari tidak adanya respons ini tidaklah sepele, warga merasa kecewa dan tidak dihargai,” pungkasnya. (Bas)
