Dukung Audit, IAW Soroti Aset yang Tidak Tercatat

Dukung Audit, IAW Soroti Aset yang Tidak Tercatat
0 Komentar

JABAR EKSPRES – Dua pernyataan penting yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam waktu berdekatan mengungkap realitas yang selama ini terpendam, yakni negara diduga kehilangan aset bernilai ribuan triliun rupiah. Di balik kabar kenaikan kekayaan negara, tersimpan ironi tentang ratusan hektare tanah strategis yang kini tak lagi tercatat sebagai milik negara.

Pada Sidang Kabinet 6 Mei 2025 lalu, Presiden Prabowo menyoroti langsung persoalan aset negara yang tidak tercatat. Ia bahkan menuding ada unsur birokrasi yang secara sengaja menyembunyikan aset-aset tersebut. Tak lama setelah itu, Sri Mulyani merilis data bahwa kekayaan negara (KN) naik menjadi Rp13.692 triliun, yang diklaim hasil dari optimalisasi sumber daya alam dan aset-aset BUMN.

Menanggapi dua pernyataan ini, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, melihat adanya benang merah yang kuat antara langkah fiskal dan sinyal politik untuk membuka kembali persoalan lama yang selama ini tertutup.

Baca Juga:Lapas Garut Layak jadi Barometer Nasional Pembinaan Narapidana, Begini Penjelasan Kriminolog UIEndus Pelanggaran di 3 Emiten Besar, IAW Layangkan Surat ke BEI

“Kedua pernyataan itu sepintas terlihat hanya terkait optimisme, namun sesungguhnya jika dikaji bersama, kedua hal tersebut nyata-nyata untuk membongkar sebuah kontradiksi fiskal secara besar-besaran,” ujar Iskandar, Rabu (16/7).

Temuan IAW mengungkap fakta mencengangkan: sekitar 1.190 hektare lahan yang dulu dibeli negara antara 1959–1962, untuk mendukung pelaksanaan Asian Games 1962, kini tidak tercatat dalam sistem aset negara. Lahan-lahan tersebut berada di kawasan-kawasan strategis seperti Senayan, Gelora Bung Karno (GBK), SCBD, Halim, Menteng, Tebet, Cawang, hingga Kemayoran.

Iskandar menjelaskan bahwa pembelian tanah saat itu sah dan dibiayai melalui APBN dengan bantuan Bank Sukapura (yang kelak menjadi Bank DKI) dan lembaga KUPAG. Namun, berdasarkan audit BPK tahun 2022–2023 serta verifikasi lapangan oleh IAW, hanya 18 persen dari total lahan yang masih diakui sebagai Barang Milik Negara (BMN).

Sisanya, menurut Iskandar, telah berpindah tangan ke pihak swasta dan berubah fungsi menjadi gedung perkantoran, apartemen, hotel, serta pusat bisnis. Ironisnya, alih fungsi itu dilakukan tanpa melalui prosedur hukum pelepasan aset negara.

0 Komentar